Jalinan Kasih di Tengah Badai

 


CERPEN

Meskipun perbedaan karakter dan kebiasaan masih ada, mereka belajar saling memahami, menghargai, dan mengasihi. 


Oleh Umi Rokayah 

Aktivitas Penulis 


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Mentari pagi menyinari rumah mungil Arini. Udara sejuk pagi hari terasa nyaman membelai kulitnya. Arini, wanita paruh baya berwajah ramah, telah bangun dan menyiapkan sarapan. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi rumah mungil itu. Hari ini, ia ingin memulai hari dengan hati yang tenang, berharap bisa meredakan ketegangan antara Sekar dan Bayu. Sebelum memulai aktivitas, Arini mengecek ponselnya. Beberapa pesan dari rekan kerja di Rumah Singgah Kasih, panti asuhan tempatnya bekerja sebagai relawan dan pengelola administrasi, menunggunya.

 

Bagas, putra sulung Arini, telah berangkat kerja. Ia selalu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ibunya, kebiasaan yang selalu membuat Arini bersyukur. Bayu, adik Bagas, masih tertidur pulas. Arini tersenyum melihatnya. Bayu, baru lulus kuliah, sedang berjuang mencari pekerjaan, tetapi semangatnya tak pernah padam. Arini selalu mengingatkannya untuk bersabar dan terus berusaha. Ia berharap Bayu segera mendapatkan pekerjaan sesuai minatnya, mungkin di bidang desain grafis, mengingat bakatnya menggambar.

 

Sekar, putri tirinya yang masih duduk di bangku SMA, sudah bangun dan duduk di teras, membaca buku, sesekali melirik ponselnya. Arini memperhatikannya dari dapur. Ia khawatir dengan sikap Sekar yang tertutup dan sering berbohong. Arini pernah menemukan pesan singkat Sekar dengan beberapa pria. Meski terkesan santai, pesan-pesan itu tetap membuatnya was-was. Arini menyadari bahwa salah satu bentuk khalwat yang sering terjadi di masa kini adalah melalui chatting dan video call, dan hal ini sangat perlu diwaspadai. Arini menduga, kesibukan Sekar di sekolah dan les Bahasa Inggris belum cukup untuk mengalihkan perhatiannya dari masalah lain. Tekanan akademik di SMA, ditambah ekspektasi orang tua dan keinginan untuk diterima teman sebaya, mungkin menjadi bebannya.

 

Melati, adik Sekar, sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia ceria dan ramah, selalu menyapa Arini dengan hangat. Melati adalah penyeimbang keluarga, ia selalu berusaha mendekatkan Sekar dengan saudara-saudaranya. Arini bersyukur memiliki Melati, anak yang baik hati dan penuh pengertian.

 

Setelah sarapan, Bayu bangun. Ia terlihat lesu karena belum mendapatkan pekerjaan. Arini menyemangatinya, mengingatkan potensi dan kemampuannya. Ia juga mengingatkan Bayu untuk tidak terlalu keras pada Sekar. Bayu mengangguk, meski masih terlihat kesal. Pertengkaran beberapa hari lalu masih membekas.

 

Bayu masih ingat pertengkarannya dengan Sekar. Sekar berbohong tentang kegiatan sekolahnya. Ia membolos untuk pergi ke mal bersama teman-temannya. Bayu, yang curiga, menyelidikinya dan menemukan kebohongan itu. Pertengkaran kecil tak terhindarkan. Namun, intervensi Arini meredakan suasana. Arini membuka dialog, membuat Sekar mengakui kesalahannya dan menjelaskan alasannya berbohong.

 

Dengan suara terbata-bata, Sekar menceritakan ketakutannya mengecewakan ayah dan Arini. Ia merasa belum cukup baik, belum mampu memenuhi ekspektasi mereka, terutama dalam hal nilai akademik. Tekanan untuk selalu berprestasi dan kekhawatiran akan masa depan membebaninya. Ia juga merasa bersalah karena sering menghabiskan uang jajan untuk hal-hal yang tidak penting, seperti membeli baju baru atau aksesoris yang sedang tren. Air mata Sekar berjatuhan.

 

Arini memeluk Sekar erat. Ia menenangkan Sekar, menjelaskan bahwa ia dan Budi mencintai Sekar apa adanya. Arini menekankan pentingnya kejujuran dan saling mendukung. Ia berjanji akan membantu Sekar mengatasi masalahnya, baik akademik maupun pribadi. Arini juga mengingatkan Sekar akan pentingnya menjaga hubungan dengan lawan jenis, khususnya dalam era digital saat ini. "Nak," kata Arini lembut, "Ingatlah pesan Rasulullah saw, 'Janganlah seorang pria ber-khalwat dengan seorang wanita (tanpa disertai mahram-nya) karena sesungguhnya yang ketiganya adalah setan.' Salah satu bentuk khalwat yang sering terjadi sekarang adalah melalui chatting dan video call. Ibu ingin kamu selalu dalam kebaikan dan terhindar dari pengaruh negatif. Pilihlah teman yang baik dan bertanggung jawab, dan selalu jaga diri. Jangan sampai terjebak dalam percakapan atau video call yang tidak bermanfaat dan bisa mengarah pada hal-hal yang tidak baik." Sekar terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia mengangguk pelan, mencerna nasihat ibunya. Meskipun awalnya merasa sedikit tersinggung karena nasihat tersebut, ia menyadari bahwa ibunya hanya ingin yang terbaik untuknya. Ia memahami bahwa pesan tersebut bukan untuk menghukum, tetapi untuk melindungi. Rasa bersalahnya semakin besar, bukan hanya karena berbohong, tetapi juga karena kurangnya perhatian pada batasan dalam pertemanan, baik offline maupun online.

 

Pengalaman Arini di Rumah Singgah Kasih memberinya perspektif baru dalam menghadapi masalah Sekar. Ia sering melihat anak-anak panti asuhan tetap tegar menghadapi tantangan, meski menghadapi tantangan hidup yang lebih berat.

 

Hari-hari berikutnya, Arini lebih dekat dengan Sekar. Ia mendengarkan keluh kesah Sekar, membantunya belajar, dan mengajaknya terlibat dalam kegiatan rumah tangga. Arini membantu Sekar membuat jadwal belajar yang efektif dan membantunya fokus. Arini juga mengajak Sekar bercerita tentang teman-temannya, membantunya memahami dinamika pertemanan di usia SMA. Arini selalu memastikan Sekar tidak sendirian bertemu dengan teman laki-lakinya, selalu ada keluarga atau saudara yang mendampingi. Sekar mulai lebih terbuka dan hati-hati dalam bergaul, selalu mengingat nasihat ibunya, baik dalam pergaulan langsung maupun online.

 

Suatu sore, Sekar menceritakan tentang seorang teman laki-laki yang dikenalnya melalui media sosial. Ia mengaku sering bertukar pesan dan merasa nyaman bersamanya. Namun, kali ini, ia menceritakannya dengan ragu-ragu, mengingat nasihat ibunya. Arini mendengarkan dengan sabar, memberikan nasihat bijak tanpa menghakimi. Arini menekankan pentingnya memilih teman yang baik dan bertanggung jawab, serta menjaga diri dan fokus pada pendidikan. Arini juga mengingatkan Sekar tentang pentingnya menjaga batas dalam pertemanan dan hubungan di usia SMA, selalu dengan didampingi mahramnya, baik secara langsung maupun melalui komunikasi online. Sekar mengangguk mengerti, menyadari bahwa ia perlu lebih berhati-hati dan bijaksana dalam memilih pergaulan, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

 

Bayu, yang awalnya curiga, mulai memahami situasi. Ia menyadari Sekar hanya berusaha menemukan jati dirinya dan membutuhkan dukungan keluarga. Bayu lebih terbuka dan ramah kepada Sekar. Ia juga membantu Sekar dengan pelajaran matematika, mata pelajaran yang sulit bagi Sekar.

 

Melati, seperti biasa, menjadi perekat keluarga. Ia selalu menciptakan suasana harmonis dan menyenangkan. Ia mengajak saudara-saudaranya melakukan kegiatan bersama, seperti menonton film, bermain game, atau mengobrol.

 

Lambat laun, hubungan keluarga kecil itu semakin harmonis. Meskipun perbedaan karakter dan kebiasaan masih ada, mereka belajar saling memahami, menghargai, dan mengasihi. Rumah mungil itu dipenuhi tawa, canda, dan kasih sayang. Kepercayaan dan keterbukaan menggantikan rahasia-rahasia kecil yang pernah disembunyikan. Arini merasa pekerjaannya di Rumah Singgah Kasih memberinya banyak pelajaran berharga yang bisa diterapkan dalam keluarganya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan