Kecurangan Terus Terjadi, Buah dari Sistem Kapitalis
Kecurangan lagi-lagi terjadi dan yang menjadi korbannya tentu saja rakyat, khususnya rakyat menengah ke bawah. Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan bensin oplosan. Belum lama setelah itu rakyat dibuat heboh lagi dengan adanya kecurangan minyak goreng bermerek dagang Minyakita.
OPINI
Oleh Enggar Rahmadani
Kontributor Muslimah Kaffah Media
Kecurangan lagi-lagi terjadi dan yang menjadi korbannya tentu saja rakyat, khususnya rakyat menengah ke bawah. Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan bensin oplosan. Belum lama setelah itu rakyat dibuat heboh lagi dengan adanya kecurangan minyak goreng bermerek dagang Minyakita.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur (Jatim) menggerebek dua gudang di Surabaya dan Sampang Madura, yang memalsukan Minyakita. Dirreskrimsus Polda Jatim Komisaris Besar Budi Hermanto mengatakan bahwa modusnya adalah dengan mengemas minyak goreng curah menjadi Minyakita.
”Saat dilakukan penggerebekan ditemukan ribuan liter minyak goreng palsu,” kata Budi dalam keterangan tertulis pada Rabu, 12 Maret 2025. (tempo.co, 15/03/2025)
Tidak hanya itu, kecurangan lain atas minyak goreng dengan merek yang sama juga terjadi di beberapa wilayah. Seperti di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Di sana ditemukan isi kemasan tidak sesuai dengan yang tertera pada label kemasan. Padahal isi kemasan hanya 750 hingga 800 mililiter, sedangkan di label kemasan tertulis 1.000 mililiter. Selain itu, minyak goreng tersebut dijual dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Perlu kita ketahui bahwa dahulu pemerintah meluncurkan minyak goreng “Minyakita” dengan tujuan untuk membantu masyarakat agar dapat membeli minyak goreng dengan harga yang murah. Sebab, harga minyak goreng di beberapa wilayah, terutama di luar pulau Jawa cukup mahal. Hal tersebut disebabkan karena sulitnya proses penditribusian.
Minyakita merupakan merek dagang yang dimiliki Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Akan tetapi, proses produksinya dilakukan melalui skema domestic market obligation (DMO). Skema ini mewajibkan perusahaan eksportir crude palm oil (CPO) untuk menyalurkan minyak goreng rakyat guna memenuhi kebutuhan dalam negeri sebelum mendapatkan izin ekspor. Sehingga yang tadinya seolah untuk membantu rakyat, ternyata para korporat ini berkesempatan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan meng-halalkan segala cara.
Minyak goreng merupakan kebutuhan pokok rakyat. Banyaknya kecurangan yang terjadi di dalamnya menunjukkan abainya negara dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Ini menunjukkan pada kita bahwa distribusi kebutuhan pangan ada di tangan korporasi, bukan di tangan negara. Sedangkan negara hanya menjamin agar bisnis tetap berjalan dengan kondusif bagi para kapital.
Di bawah penerapan sistem kapitalis dengan asas liebralismenya, para korporat mendapat karpet merah untuk menguasai rantai distribusi pangan dari hulu hingga hilir. Apabila terjadi kasus pelanggaran, aparat seringkali hanya memberikan gertakan berupa penutupan perusahaan terkait. Namun, gagal menindak tegas hingga kasus terus berulang.
Negara tampak lemah di hadapan korporat yang memproduksi kebutuhan pokok rakyat. Negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Bukan sebagai pengurus dan pelayan umat. Oleh karena itu, penyelesaian kasus kecurangan minyak goreng di masyarakat ini harus diselesaikan secara sistemik.
Islam telah memberikan solusi yang komprehensif dengan diterapkannya syariat Islam kafah. Dalam syariat Islam telah ditetapkan bahwa pengaturan hajat hidup rakyat berada di bawah kendali pemerintah. Sebab, pemimpin adalah raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya. Paradigma dalam mengurus rakyat adalah pelayanan, bukan bisnis atau keuntungan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR. Al-Bukhari)
Pemenuhan kebutuhan pangan rakyat, seperti minyak goreng tidak boleh diserahkan kepada korporasi. Sebab, hal tersebut menjadi tanggung jawab negara dari sektor hulu hingga hilir. Mulai dari awal proses produksi, negara akan memastikan bahwa produksi dikelola berdasarkan prinsip syariat Islam. Seperti dalam pengelolaan SDA, tanah-tanah pertanian yang digunakan dikelola berdasarkan prinsip syariat Islam. Negara akan memastikan tidak adanya eksploitasi terhadap petani kecil dan juga tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Negara juga wajib mengawasi rantai distribusi, memastikan bahwa produk tersebut sampai ke tangan rakyat dengan harga yang wajar dan kualitas yang terjamin. Dalam pendistribusian minyak goreng, tidak akan dibiarkan dikuasai oleh pasar bebas yang hanya mengutamakan keuntungan saja. Berdasarkan syariat Islam, negara juga tidak boleh melakukan pematokan harga seperti konsep HET (Harga Eceran Tertinggi). Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya jual beli itu sama-sama suka.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam negara islam, terdapat Qadhi hisbah yang akan melakukan inspeksi pasar. Karena salah satu tugasnya yaitu mengawasi proses jual beli agar sesuai syariat Islam. Jika ditemukan ada kecurangan, negara akan memberikan sanksi tegas. Bahkan, pelaku bisa dilarang melakukan usaha produksi hingga perdagangan.
Islam memberikan solusi yang komprehensif melalui penerapan syariat islam secara kafah dengan menggunakan sistem politik ekonomi islamnya. Politik ekonomi negara Islam bertujuan memastikan pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan perumahan bagi seluruh rakyat. Dengan penerapan syariat Islam secara kafah, niscaya akan terbentuklah negara yang “baldatun toyyibatun warobbun ghofur”. Oleh karena itu, segala aturannya bersumber dari Allah Swt. yang sudah dijamin mendatangkan kemaslahatan dan keberkahan bagi seluruh alam.
Wallahualam bissawab
Komentar
Posting Komentar