Daya Beli Menurun, Paylater dan Konsumerisme Berkelindan dalam Sistem Kapitalisme
Kapitalisme sebagai sistem ekonomi telah membentuk masyarakat yang konsumtif, alih-alih produktif.
OPINI
Oleh Imas Rahayu, S.Pd.
Aktivis Muslimah
Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI -Daya beli masyarakat Indonesia terus mengalami penurunan, bahkan setelah periode lebaran yang biasanya menjadi puncak tingginya konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat semakin terpuruk. Dilansir dari laman berita (RRI.co.id, 16/4/2025), penurunan ini disebabkan oleh tekanan ekonomi yang belum kunjung membaik. Demikian pun dengan pedagang di Tanah Abang, terjadi penurunan drastis dalam penjualan mereka dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Tak hanya sektor perdagangan, industri pariwisata yang biasanya dipadati pengunjung juga mengalami penurunan serupa. Dikutip dari laman berita (Pikiran-rakyat.com, 17/4/2025) bahwa melemahnya daya beli masyarakat berdampak langsung pada berkurangnya aktivitas wisata. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi masyarakat memang tengah berada dalam tekanan yang berat.
Kondisi ini makin memperkuat fakta bahwa masyarakat sedang menghadapi tekanan ekonomi yang serius, sehingga alokasi pengeluaran untuk kebutuhan sekunder seperti rekreasi terpaksa dikurangi. Situasi ini tentu menjadi alarm penting bahwa pemulihan ekonomi nasional masih berjalan lambat dan membutuhkan perhatian lebih dari berbagai pihak.
Sistem Kapitalis dan Budaya Konsumerisme
Kapitalisme sebagai sistem ekonomi telah membentuk masyarakat yang konsumtif, alih-alih produktif. Dalam logika kapitalisme, individu dipacu untuk terus membeli, menggunakan, dan menghabiskan produk demi mendukung roda pertumbuhan ekonomi.
Konsumsi dijadikan tolok ukur keberhasilan, sementara produktivitas dan makna hidup justru terabaikan. Dalam sistem ini, nilai seseorang tidak lagi diukur berdasarkan ketakwaan, integritas, atau kontribusi nyata terhadap masyarakat, melainkan lebih kepada sejauh mana mereka mampu berbelanja dan memenuhi gaya hidup yang dipromosikan melalui media.
Akibatnya, banyak individu yang terjebak dalam krisis identitas dan kekosongan spiritual, merasa hampa meski secara materi terlihat cukup. Tekanan ekonomi yang makin berat kian memperparah kondisi ini, membuat banyak orang hidup dalam kecemasan, berutang demi mempertahankan gaya hidup, dan kehilangan orientasi hidup yang sejati.
Sistem kapitalis tidak hanya menciptakan ketimpangan ekonomi, tetapi juga merusak fondasi nilai-nilai luhur yang seharusnya menjadi pegangan hidup manusia.
Solusi Islam: Sistem Ekonomi Berbasis Ketakwaan
Islam menawarkan sistem hidup yang sangat berbeda dibandingkan kapitalisme. Dalam pandangan Islam, tujuan utama kehidupan manusia bukanlah untuk menumpuk kekayaan atau mengejar kenikmatan duniawi semata, melainkan untuk meraih rida Allah Swt. dan menjalani hidup sesuai dengan ketentuan-Nya.
Islam membangun pola pikir masyarakat agar tidak terjebak dalam hawa nafsu konsumtif, melainkan hidup berdasarkan kebutuhan yang hakiki, bukan mengikuti keinginan yang tanpa batas. Aktivitas konsumsi pun diatur secara jelas dalam Islam, dibingkai oleh ketentuan halal dan haram, serta dijiwai dengan prinsip kesederhanaan.
Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga keseimbangan yaitu memenuhi kebutuhan dasar secara layak tanpa berlebih-lebihan, menghindari perilaku boros, maupun kikir. Dengan demikian, sistem Islam tidak hanya menjaga stabilitas ekonomi individu dan masyarakat, tetapi juga membentuk kepribadian yang kuat, sadar tujuan hidup, dan berorientasi pada kebaikan dunia sekaligus akhirat.
Dalam sistem Islam, negara tidak hanya berperan sebagai regulator atau pembuat aturan semata, melainkan bertanggung jawab penuh sebagai pelayan umat (raa’in) dan sekaligus pelindung (junnah) bagi rakyatnya. Nabi saw. bersabda yang artinya, "Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Negara hadir aktif untuk memastikan kesejahteraan rakyat, bukan sekadar menyerahkan urusan ekonomi kepada mekanisme pasar. Islam secara tegas menghapus seluruh bentuk riba dalam transaksi, termasuk praktik paylater berbunga yang marak di era kapitalisme modern.
Segala bentuk transaksi ribawi dianggap zalim dan merusak keadilan ekonomi, sehingga dilarang secara mutlak. Di samping itu, Islam mendorong distribusi kekayaan yang merata di tengah masyarakat, menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya, serta menjaga harga kebutuhan pokok agar tetap stabil dan terjangkau bagi seluruh rakyat.
Dalam sistem pemerintahan Khilafah, baitulmal berfungsi sebagai lembaga keuangan negara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat. Dana-dana ini bersumber dari berbagai pos seperti zakat, fai’, serta pengelolaan harta milik umum dan milik negara untuk kemaslahatan umat.
Dengan demikian, negara dalam Islam benar-benar menjadi pelindung yang memastikan tidak ada satu pun rakyat yang terabaikan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, tanpa bergantung pada utang ribawi atau mekanisme pasar yang menindas.
Dengan diterapkannya Islam secara kafah (menyeluruh) dalam seluruh aspek kehidupan, masyarakat akan terbebas dari jerat sistem yang mendorong konsumsi berlebihan dan gaya hidup semu. Tidak akan ada lagi individu yang terjebak dalam utang hanya demi memenuhi standar kebahagiaan yang dikonstruksi oleh sistem kapitalistik.
Dalam pandangan Islam, ukuran kebahagiaan dan keberhasilan tidak diukur dari banyaknya harta, status sosial, atau kepemilikan materi, melainkan dari sejauh mana seseorang mampu menaati perintah Rabb-nya dan menjalani hidup sesuai dengan syariat-Nya.
Islam membebaskan manusia dari tekanan hidup materialistik, mengembalikan tujuan hidup kepada makna yang sejati, yakni beribadah dan mengabdi kepada Allah Swt. Karena itu, sudah saatnya kita dengan serius mempertimbangkan sistem alternatif yang benar-benar mampu menghadirkan keberkahan, keadilan, dan kesejahteraan hakiki bagi seluruh umat manusia, yakni penerapan Islam secara kafah dalam bingkai institusi yang sahih dan visioner.
Allahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar