Demi lulus SNBT, Halalkan Segala Cara
Fenomena kecurangan dalam SNBT UTBK 2025 bukan sekadar pelanggaran teknis tetapi cerminan nyata rusaknya moral generasi muda
OPINI
Oleh Ummu Zaiha, S.Pd.
Praktisi Pendidikan
Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI -SNBT kembali mencatatkan fenomena menyedihkan. Kecurangan masif demi lolos ke perguruan tinggi favorit menjadi fenomena tak terelakkan. Ada yang menggunakan joki, aplikasi ilegal, bahkan teknologi AI, dan kamera tersembunyi. Semua dilakukan dengan satu tujuan untuk mendapatkan nilai tinggi dengan cara instan, tanpa peduli benar atau salah.
Fenomena Kecurangan
SNBT 2025
Panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) menemukan sejumlah kecurangan pada saat pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Nasional. Berdasarkan pelaksanaan SNBT 2025, jumlah temuan kecurangan ini terkuak cukup mencengangkan. Sekitar sembilan kasus kecurangan terjadi pada pelaksanaan UTBK hari pertama. Sedangkan pada hari kedua terdapat lima kasus. Prof. Eduart Wolok selaku ketua umum SNPMB mengungkapkan, dari total peserta yang hadir sebesar 196 328, terdapat sekitar 0,0071 persen kecurangan. (Kompas.com, 25/4/2025)
Dugaan soal yang bocor di media sosial, panitia SNPMB menegaskan hal itu bukan bocoran soal, melainkan kecurangan yang dilakukan peserta tes pada sesi pertama yang merekam dengan kamera. Padahal panitia sudah mempersiapkan paket soal pada setiap sesi, dengan demikian bisa dipastikan tidak ada soal yang sama. (Bersatu.com, 25/4/2025)
Mirisnya lagi, pada pelaksanaan UTBK SNBT tahun ini ditemukan berbagai modus baru. Di antaranya pada kuku, kancing baju, dan behel gigi terpasang kamera tersembunyi. Hal ini dilakukan agar kamera tidak terdeteksi. Panitia pun sangat menyesalkan kejadian kecurangan tersebut karena dianggap mengotori prinsip dasar seleksi nasional, di antaranya keadilan, integritas, dan kejujuran.
Sejatinya ini bukan sekadar fenomena masalah teknis atau sistem pengawasan. Tidak dapat dimungkiri bahwa kecurangan yang ada merupakan cerminan dari mentalitas generasi yang menghalalkan segala cara. Ini adalah produk gagal dari sistem pendidikan Indonesia yang tidak menanamkan nilai kejujuran dan akhlak sejak dini.
Menghalalkan Segala Cara, Cermin Bobroknya Sistem
Kecurangan dalam UTBK hanyalah puncak gunung es dari pola pikir 'hasil lebih penting daripada proses'. Nilai tinggi dianggap tujuan utama, bukan akhlak, integritas, atau kontribusi nyata bagi masyarakat. Ini semua terjadi karena sistem pendidikan kita berorientasi pada angka, bukan karakter.
Budaya korupsi yang kini tampak pada para pejabat di Indonesia yang sudah mendarah daging tampak selaras dengan peristiwa kecurangan pada UTBK ini. Mereka dulunya juga melalui sistem pendidikan yang sama, diajarkan cara menjawab soal, bukan membentuk jiwa amanah. Tidak heran, ketika berkuasa mereka mengorupsi uang rakyat dengan mudah, karena sejak kecil sudah terbiasa menang dengan cara yang curang.
Tidak berlebihan jika dinyatakan sistem sekuler demokrasilah yang menjadi biang semua kebobrokan ini. Sebab perilaku yang ada di masyarakat merupakan buah dari penerapan sebuah sistem.
Pendidikan Sekuler, Akar dari Krisis Moral
Sistem pendidikan Indonesia saat ini berbasis sekuler demokrasi, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dijadikan mata pelajaran, bukan sebagai dasar pembentukan karakter. Pendidikan tidak memandang kejujuran sebagai pondasi tetapi mengejar ranking, akreditasi, dan prestasi duniawi.
Hal itu tentu saja mengakibatkan:
- Lulusan sekolah dan universitas pintar secara akademis tetapi lemah secara moral.
- Generasi muda tahu cara mencontek digital tetapi tidak tahu bagaimana mempertanggungjawabkan amanah.
- Pendidikan tinggi melahirkan manusia terdidik tetapi tidak bermoral.
Gambaran Pendidikan dalam Sistem Islam
Berbeda dengan sistem sekuler, Islam menjadikan pendidikan sebagai sarana pembentukan akhlak mulia dan ketakwaan. Sebab mencetak manusia beriman, berilmu, dan bertakwa menjadi tujuan utama pendidikan Islam. Dalam sistem pendidikan Islam, pemberian ilmu pengetahuan dan ketrampilan tidak dipisahkan dengan pembentukan karakter. Sehingga out put yang dihasilkan adalah para ahli yang berkepribadian Islam.
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Ahmad)
Maka dalam sistem Islam akan didapati hal-hal berikut:
- Ilmu dan amal tidak dipisahkan.
- Kejujuran bukan sekadar nilai moral tetapi perintah syariat.
- Dalam pandangan Islam kecurangan dalam ujian adalah bentuk pelanggaran dan pelakunya mendapat dosa dan merupakan perbuatan khianat yang akan dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.
- Dalam Sistem Islam baik masyarakat, guru, maupun orang tua selalu didorong untuk mengawasi dan menanamkan akhlak sejak dini dan pendidikan bukan sekadar mengejar ijazah.
Khotimah
Fenomena kecurangan dalam SNBT UTBK 2025 bukan sekadar pelanggaran teknis tetapi cerminan nyata rusaknya moral generasi muda akibat sistem pendidikan yang sekuler dan materialistis. Pendidikan yang seharusnya mencetak manusia berakhlak mulia justru melahirkan generasi yang rela menghalalkan segala cara demi prestise akademik semu.
Hal ini membuktikan bahwa sistem pendidikan di Indonesia telah gagal membentuk karakter jujur, amanah, dan bertanggung jawab. Tidak heran jika generasi inilah yang kelak menjadi pelaku korupsi, penyalahgunaan jabatan, dan kerusakan sosial lainnya.
Solusi satu-satunya adalah kembali kepada sistem pendidikan Islam, yang menjadikan akidah sebagai fondasi, kejujuran sebagai prinsip, dan takwa sebagai tujuan. Pendidikan dalam naungan negara Islam terbukti mampu melahirkan generasi cemerlang secara keilmuan sekaligus kokoh secara akhlak.
Hanya dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh, termasuk dalam bidang pendidikan, umat ini akan kembali bangkit dan terhormat di mata dunia.
Wallahualam bissawab
Komentar
Posting Komentar