Kanker Kronik Predator Seksual

 


Kekerasan seksual yang terjadi menunjukkan bahwa negeri ini tengah mengalami kanker kronik kekerasan seksual

OPINI

Oleh Hilma Kholipatul Insaniyah, S.Si.

Aktivitas Pemerhati Pendidikan


Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI -Garut darurat kejahatan seksual. Beberapa pekan terakhir, kota Garut dihebohkan dengan kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang bocah usia 5 tahun, (antaranews.com, 16-04-2025) serta mencuatnya pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter di salah satu rumah sakit di Garut. (bbc.com, 17-04-2025) 


Kasus ini menjadi viral dari mulut ke mulut, sampai berbagai kalangan menyerukan opininya termasuk DPR yang mengeluarkan cara pandang dalam masalah ini. Sebagian besar dari kalangan elit dan masyarakat mengungkapkan bahwa kita harus bersama mengawal dan mengusut tuntas masalah ini agar tidak terjadi hal serupa di masa depan. 


Benar! Tepat tanggal 7 April 2025 pelaku kekerasan seksual anak di bawah umur itu berhasil diamankan Polres Garut. Sementara oknum dokter bernama Syafril telah ditetapkan menjadi tersangka dan dijerat Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Kekerasan Seksual. 


Kasus kekerasan seksual terjadi hampir di semua lembaga dan terjadi setiap saat. Tidak memandang apakah itu di lingkungan keluarga, lembaga pendidikan, pesantren atau dunia medis sekalipun. Pelaku juga beragam, mulai dari ayah kandung, tetangga, guru, ustaz, atau dokter. Tidak hanya di Garut, kasus kekerasan seksual juga terjadi di berbagai daerah seperti Bandung, Jakarta, Tulungagung, Yogyakarta, dan kota lain. 


Virus Itu Bernama Sekularisme


Kekerasan seksual yang terjadi menunjukkan bahwa negeri ini tengah mengalami kanker kronik kekerasan seksual. Berbagai tempat hampir tidak aman dari kejahatan ini. Adapun penyebab munculnya penyakit yang berbahaya ini karena diterapkannya paham sekularisme dan liberalisme. 


Sekularisme meniscayakan tindakan kekerasan seksual. Akibatnya, ibarat setelah timbul penyakit barulah diobati bukan mencegah daripada mengobati. Pada kasus oknum dokter, Kemendiktisaintek bersama para Rektor serta Dekan Fakultas Kedokteran Program Pendidikan Dokter Spesialis akan memperkuat kurikulum dan sistem pendidikan kedokteran di Indonesia. 


Seharusnya jika negara tulus untuk menyelesaikan permasalahan ini tentu akan memecahkannya dari akar masalah bukan hanya per bidang, karena kasus ini tidak hanya menyangkut perorangan tapi sudah mencakup sistem. Bagaimanapun, ini menjadi cermin telah rusaknya keseluruhan sistem pendidikan saat ini. Baik itu tatanan keluarga, masyarakat ataupun negara. 


Tidak dapat dimungkiri bahwa negeri ini menganut sistem sekularisme sehingga upaya yang dilakukan pemerintah tidak preventif, tidak membasmi akar masalahnya. Sejatinya pemerintah membentuk satgas di lingkungan rumah sakit dan Kemen PPPA dapat mengawal dan memberikan layanan kepada korban, seperti layanan medis, layanan psikologi serta layanan hukum sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 12 tahun 2022 (UU TPKS). Patutnya kita mempertanyakan mengapa hal ini bisa terjadi?  Jawabannya kaum Muslim hidup dalam sistem dan budaya kebebasan. 


Tontonan, konten, bahkan iklan dapat memicu perilaku seksual dan hal ini belum diusut tuntas. Bahkan saat peristiwa kekerasan seksual terus bermunculan, masyarakat pun semakin permisif. Interaksi yang kebablasan antara laki-laki dan perempuan seolah hal yang normal. Sehingga tanpa disadari sekularisme sudah menjadi virus yang mematikan di dalam tubuh kaum muslimin.

 

Islam sebagai Antikanker


Kekerasan seksual tidak terjadi begitu saja melainkan ada arus yang masuk ke dalam diri masyarakat seperti zat adiktif yang tidak bisa terkontrol. Satu-satunya yang dapat mencegahnya adalah antikanker. Islam sebagai agama paripurna dapat menjadi antikanker terhadap kanker kroniknya kekerasan seksual yang terjadi. 


Setiap manusia memiliki kepribadian yang unik, Islam hadir untuk mendidik individu agar menjadi orang yang bertakwa. Anak yang menjadi tanggung jawab orangtuanya dididik sebagaimana Islam mengajarkan sedari dini mengenai akidah serta takwa, sehingga tatkala ia menginjak dewasa tidak akan bermaksiat meskipun tanpa pengawasan orang tua. Hal ini karena mereka terbiasa merasa diawasi oleh Allah Swt. setiap saat. Islam juga mengajarkan orang tua agar amanah terhadap apa yang telah Allah Swt. berikan kepadanya yakni seorang anak. Anak tidak dijadikan pemuasan hawa nafsunya justru orang tua jadi pelindung mereka. 


Dalam tatanan kemasyarakatan, Islam juga mempunyai aturan yang akan mengontrol perilaku agar tidak melewati batas. Interaksi antara laki-laki dan perempuan dipisah sehingga kesempatan untuk bercampur baur akan berkurang seperti dipisahkannya tempat duduk laki-laki dan perempuan di bangku sekolah, menumbuhkan amar ma'ruf nahi munkar saat di tengah-tengah mereka ada yang berperilaku maksiat, jalan berdua baik remaja ataupun orang dewasa yang sudah menikah namun bukan dengan pasangannya, dan lainnya. 


Sementara dalam cakupan sistem, negara punya peran yang lebih besar lagi, yakni mengontrol aktivitas masyarakat yang akan merangsang perilaku seksual. Misalnya, dengan mengatasi pola pikir yang ada di tengah masyarakat karena pola pikir yang terbentuk bisa didapatkan dari tontonan dan teks-teks yang mengarah pada rangsangan seksual. 


Hukum ditegakkan, jika ada yang melanggar ditindak dengan tegas. Hal yang tidak kalah penting adalah mengontrol hukum yang berlaku agar terlaksana dengan baik. Seperti menutup akses internet yang menyebarkan video porno, mengurusi pergaulan, ketimpangan ekonomi yang berakibat pada menjual diri seorang perempuan, serta memberikan sanksi terhadap individu yang melakukan pelanggaran. 


Islam menetapkan hukum cambuk dan rajam bagi pelaku perzinahan. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat An-Nur ayat 2 yang artinya, "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin."


Rasulullah saw. serta para sahabat dapat menjadi cermin penerapan hukum Islam mengenai pergaulan. Seperti yang pernah terjadi pada masa beliau saw. ketika seorang perempuan diperkosa oleh seorang laki-laki sehingga dihukum cambuk 100 kali. 


Sebagaimana yang terjadi pada masa Umar r.a pernah berucap, "Siapa saja dari mereka (konteks waktu itu adalah sekelompok Yahudi) yang melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan maka tidak ada perjanjian damai atau jaminan keamanan baginya." (Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, Ma'rifatus Sunan wal Atsâr, [Aleppo-Kairo, Dârul Wa'yi: 1411 H/1991 M], juz XIII, halaman 381-382)


Maka dengan adanya hukum di dalam Al-Qur'an, hadis, beserta ijma sahabat membuktikan saat pelanggaran itu disanksi maka tidak akan ada pelaku kejahatan yang akan mengulanginya lagi. Tidak hanya itu, bagi yang melihat sanksi tersebut maka ia tidak akan pernah melakukan. Inilah hukum Islam yang bersifat jawabir dan zawajir


Hanya saja, hari ini sanksi yang ditetapkan sesuai syariat Islam tidak dapat dilakukan sebelum sistem Islam ditegakkan dalam bingkai Khil4fah. Semoga tak lama lagi sistem itu bisa ditegakkan. Agar penyakit kanker kronik seksual itu bisa cepat luruh tanpa jejak.

 Wallahu'alam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan