Pasangan yang Berselingkuh, Haruskah Dibunuh?




 Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan tanpa batas menjadi hal lumrah. Akibatnya, perselingkuhan merajalela.

OPINI

Oleh Ummu Zaiha, S.Pd.

Praktisi Pendidikan

      

Muslimahkaffahmedia, OPINI-Baru-baru ini sebuah berita tragis di Bangkalan mengguncang masyarakat Indonesia. Seorang suami membunuh istri dan selingkuhannya. Hal ini dilakukan karena tidak mampu menahan amarah akibat perselingkuhan yang dilakukan pasangannya. Miris, kejadian ini bukanlah sekadar tragedi individu. Namun mencerminkan kerusakan moral masyarakat.


Sebagaimana diwartakan detiknews.com (23/4/2025), seorang laki-laki bernama Abdul Razak (44) kalap dan membunuh istri beserta selingkuhannya. Pembunuhan itu terjadi di sebuah rumah kos Perumahan Griya Anugrah, Kelurahan Mlajah, Bangkalan, Madura. Abdul merasa dirinya dibohongi oleh istrinya selama satu tahun terakhir. Ia mengira bahwa rumah tangganya baik-baik saja. Selama ini ini ia tidak percaya dengan informasi perselingkuhan istrinya. Namun akhirnya ia dikejutkan oleh kenyataan yang memilukan.


Fakta ini sejatinya tidak bisa dilepaskan dari sistem yang melingkupi masyarakat hari ini. Sistem kehidupan sekuler kapitalis yang memisahkan agama dari aturan hidup. Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan tanpa batas menjadi hal lumrah. Akibatnya, perselingkuhan merajalela dan menghancurkan institusi keluarga.


Kritik Terhadap Sistem Demokrasi Kapitalis


Sistem demokrasi kapitalis mengedepankan kebebasan individu secara mutlak. Termasuk kebebasan bergaul dan mengekspresikan diri. Dalam sistem ini, pergaulan laki-laki dan perempuan tidak memiliki batas syar'i. Budaya pacaran, hubungan di luar nikah dianggap sebagai 'urusan pribadi' yang negara tidak boleh ikut campur. Kecuali perselingkuhan, negara bisa menjerat dengan hukuman. Itu pun jika pihak suami/istri yang bersangkutan yang melaporkan.


Inilah yang membuat zina dan selingkuh menjadi hal yang umum terjadi. Bahkan difasilitasi oleh media, hiburan, dan gaya hidup hedonis. Publik figur yang jelas-jelas bergaya hidup bebas dan menganut free sex dengan fulgar menceritakan pengalaman free sex-nya di medsos tanpa malu.


Hukum Perselingkuhan dalam Sistem Hukum Positif Indonesia


Dalam hukum positif Indonesia (KUHP), perselingkuhan termasuk dalam pasal tentang perzinaan, yaitu Pasal 284 KUHP. Pasal ini menyatakan bahwa perzinaaan adalah hubungan seksual antara pria dan wanita yang salah satunya terikat pernikahan. Namun, penuntutan hanya bisa dilakukan oleh pasangan sah dan harus ada bukti kuat. 


Hukuman maksimal 9 bulan penjara (Pasal 284 KUHP). Akan tetapi, fakta dalam penerapan hukumnya:

- Penanganan lemah dan sulit dibuktikan

- Tidak bersifat jera (tidak membuat pelaku kapok)

- Tidak mampu mencegah merebaknya kasus selingkuh


Dengan hukuman seperti itu, tidak heran jika perselingkuhan terus meningkat dan menyebabkan banyak tragedi. Termasuk pembunuhan dan perceraian. Sedang yang masih single tidak ada sama sekali hukum yang mengikat. Bebas lepas.


Solusi Islam: Kembali kepada Hukum Allah


Islam memiliki sistem hukum yang tegas dan adil dalam menindak perzinaan dan menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Dalam Islam, zina adalah dosa besar yang merusak kehormatan, keturunan, dan stabilitas masyarakat. Sementara penerapan hukum dalam Islam akan membuat pelakunya jera. Karena sifatnya sebagai pencegah sekaligus penebus.


Allah berfirman:


"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali." (QS. An-Nur: 2)


Adapun hukuman zina dalam Islam di antaranya:


1. Zina muhshan (yang sudah menikah). Hukuman: dirajam sampai mati (berdasarkan hadis sahih)


2. Zina ghairu muhshan (yang belum menikah). Hukuman: 100 kali cambukan dan diasingkan selama 1 tahun (QS. An-Nur: 2). Hukuman ini bersifat preventif dan represif yakni mencegah dan menindak tegas agar masyarakat jera dan terjaga.


Sedangkan upaya preventif dalam Islam untuk mencegah zina di antaranya:


1. Pemisahan pergaulan laki-laki dan perempuan. Islam mengatur interaksi lelaki-perempuan secara jelas. Tidak ada ikhtilat (campur baur), kecuali dalam kondisi syar’i dan dibatasi adab.


2. Larangan khalwat (berdua-duaan antara lelaki-perempuan non-mahram).

Rasulullah bersabda:  

“Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali yang ketiganya adalah setan.” (HR. Tirmidzi)


3. Menjaga pandangan (ghaddul bashar). Allah berfirman:

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar mereka menjaga pandangannya....” (QS. An-Nur: 30)


4. Menikah jika sudah mampu. Islam menganjurkan menikah sebagai solusi untuk menyalurkan naluri secara halal.


5. Pendidikan Islam sejak dini. Anak-anak harus dibekali dengan akidah dan akhlak Islam agar paham batas pergaulan.


Khotimah


Fenomena tragis pembunuhan akibat perselingkuhan bukan hanya masalah emosi atau individu. Akan tetapi, buah dari sistem sekuler demokrasi kapitalis yang rusak. Hukum buatan manusia terbukti lemah dan tidak memberikan efek jera. Seorang suami yang istrinya selingkuh dan berzina wajar jika ingin membunuh istrinya. Karena itu hukum Islam pun sejalan dengan hal itu.


Tapi tetap pembunuhan yang dilakukan suami pada istri dan selingkuhan istrinya bukanlah hal yang dibenarkan. Sebab, yang berhak mengeksekusi perzinaan adalah Institusi resmi kenegaraan. Oleh karena itu, umat Islam harus kembali kepada syariat Islam secara kafah (menyeluruh), termasuk dalam hukum pidana, sosial, dan pergaulan. Hanya dengan penerapan syariat Islam, masyarakat bisa kembali terjaga, keluarga terlindungi, dan kehormatan umat terpelihara. 

Wallahualam bissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan