Di Balik Uji Coba Vaksin TBC, Siapa Diuntungkan?
OPINI
Kemiskinan berpengaruh terhadap kualitas hidup, baik kesehatan mental maupun fisik. Wajar, jika Indonesia menempati posisi kedua penderita penyakit TBC.
Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Opini Ideologis dan Aktivis Muslimah
Muslimahkaffahmedia.eu.org_Siapa yang tidak kenal Bill Gates, miliarder Amerika Serikat (AS) pendiri Microsolf? Dia seorang filantropis (dermawan) sekaligus pebisnis internasional yang akhir-akhir ini bergerak di bidang vaksin. Bill Gates menjadi tamu kehormatan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, pada 7/5/2025. Pasalnya, Bill Gates dipandang berjasa karena sejak 2009, telah mengucurkan dana hibah ke Indonesia hingga mencapai Rp2,6 triliun untuk proyek-proyek strategis.
Dalam perbincangannya antara lain membahas kesehatan global dan uji coba vaksin Tuberculosa (TBC). Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa Bill Gates menginginkan Indonesia dijadikan salah satu tempat di antara lima negara terpilih untuk uji coba klinis vaksin TBC, dengan jumlah partisipan 20.081 termasuk dari Indonesia 2.095 partisipan.
Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin menjelaskan alasan Indonesia dipilih karena menempati posisi kedua dengan penderita TBC terbanyak setelah India. Jumlah korban cukup besar dengan angka kematian hampir 100.000 setiap tahunnya, artinya setiap jam ada 12-16 yang meninggal dunia, ini lebih besar dari Covid. Oleh karena itu, solusinya dengan memberikan vaksin seperti Covid-19 yang dinilai berhasil. (Koran Pikiran Rakyat, 19/5/2025)
Sementara itu, mantan Menkes Siti Fadilah Supari merasa heran, mengapa uji cobanya sebagian di Indonesia? Padahal India dan China menolaknya. Harusnya kita berhati-hati karena uji coba vaksin TBC Bill Gates merupakan vaksin dengan teknologi baru yang menggunakan mRNA, yakni sebuah molekul alamiah RNA duta untuk mengaktifkan respon imun. Jadi, vaksin jenis baru ini kandungannya berbeda dengan vaksin lainnya. Sebab, vaksin sebelumnya itu virus atau kuman yang dilemahkan atau dimatikan baru dimasukkan ke dalam tubuh untuk merangsang antibodi kita.
Meskipun pemerintah mengeklaim sukses menangani Covid-19, tetapi sekarang ini terbukti adanya kejadian side effeck (efek samping). Sayangnya, kejadian tersebut tidak bisa dicatat di KIPI (Kejadian Ikutan Pascaimunisasi). Tentu ini tidak transparan maka masyarakat menilai tidak adil, ungkapnya. (program One on One SindoNews, 16/5/2025)
Bisnis dan Konspirasi
Wajar jika vaksin Bill Gates memunculkan kontroversi dan di masyarakat berkembang narasi-narasi penolakan vaksin, karena:
Pertama, muncul persepsi Indonesia dijadikan kelinci percobaan. Karena vaksin TBC Bill Gates dengan metode baru ternyata sudah berjalan sejak 3 September 2024 dan belum diketahui hasilnya. Faktanya vaksin apapun itu, tidak didesain untuk memutus rantai penularan, artinya penyebaran bisa saja tetap berlangsung jika tingkat kemiskinan tinggi dan lingkungannya buruk. Inilah akar masalah sebenarnya.
Kedua, Bill gates mengucurkan dana hibah 'ada udang di balik batu', yakni tidak lain untuk meraih keuntungan yang berlipat-lipat. Di sinilah kepiawaian para kapitalis membaca peluang bisnis di bidang kesehatan. Tingginya angka kemiskinan dan buruknya lingkungan sebagai penyebab banyaknya penderita penyakit menular (TBC). Hal ini menjadi peluang besar untuk mendapatkan keuntungan karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar. Selanjutnya Indonesia dibidik dijadikan pangsa pasar vaksin yang menjanjikan.
Ketiga, ada konspirasi global antara korporasi asing dengan penguasa, dan pengusaha yang bergerak di bidang kesehatan termasuk farmasi. Bukan rahasia lagi, bahwa perusahaan Bill Gates menjadi donatur terbesar bagi WHO-PBB. Pada masa Covid-19 mereka mendapatkan keuntungan besar melalui investasi yang berhubungan dengan keputusan kebijakan global. Dalam sistem kapitalis kekuatan modal memengaruhi keputusan politik di level mana pun. Inilah bentuk penjajahan politik dan kesehatan manusia yang dijadikan obyek bisnis global.
Keempat, ada mosi tidak percaya kepada penguasa. Di lapangan ditemukan banyak fakta adanya praktik penyimpangan terhadap program vaksinasi Covid-19. Hasil temuan CNN, diduga melibatkan oknum pejabat hingga tingkat daerah dan petugas yang memiliki akses secara langsung terhadap distribusi vaksin.
Kelima, untuk menyukseskan vaksin telah dibuat UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 Pasal 446 yang mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang tidak mematuhi atau menghalangi upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah. Dendanya paling banyak Rp500 juta. Selain itu, vaksin dijadikan persyaratan dalam bepergian (transportasi) dan syarat lainnya. Wajar, jika rakyat merasa diintervensi tidak berdaulat atas tubuhnya sendiri.
Itulah fenomena negeri yang menganut demokrasi kapitalis sekuler, yakni menafikan agama dalam pengaturan kehidupan. Akibatnya, menimbulkan krisis di semua lini kehidupan. Krisis moral melahirkan pemimpin dan individu-individu tidak bermoral, rakus, dan tamak menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi.
Realitanya negara hanya sebagai fasilitator, undang-undang yang dibuat memihak pada pemilik modal, bukan memihak rakyat. Akibatnya, proyek-proyek strategis dan SDA dikuasai oleh pemilik modal (oligarki). Dampaknya lahirlah kemiskinan. Menurut Bank Dunia, pada 2024 tercatat 60,3 persen atau 171,8 juta rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.
Kemiskinan ini berpengaruh terhadap kualitas hidup, baik kesehatan mental maupun fisik. Wajar, jika Indonesia menempati posisi kedua penderita penyakit TBC. Oleh karena itu, jangan berharap pemerintahan dapat mengentaskan kemiskinan dan membebaskan dari penyakit menular, seperti TBC dan lainnya selama masih mengekor pada sistem batil, yakni demokrasi dengan slogannya kedaulatan di tangan pejabat dan konglomerat.
Vaksin dalam Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam, vaksinasi merupakan proses untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Oleh karena itu, termasuk aktivitas menjaga kesehatan dan mencegah penyakit, maka hukumnya sunnah.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Sesungguhnya ketika Allah menciptakan suatu penyakit, Allah pun menciptakan obatnya, maka berobatlah." (HR. Ahmad)
Menurut pendapat jumhur ulama narasi perintah 'berobatlah' bukanlah perintah tegas (jazim), yaitu wajib, tetapi perintah anjuran (ghairu jazim), yakni sunnah karena merupakan pengobatan preventif, yakni vaksin dapat membantu mengurangi risiko penularan dan melindungi masyarakat secara keseluruhan.
Namun demikian, ada dua syarat vaksinasi. Syarat pertama, vaksinnya tidak mengandung zat najis. Meskipun larangannya bersifat makruh, bukan larangan haram. Syarat yang kedua, tidak menimbulkan bahaya (dharar) dalam segala bentuknya baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Syariat Islam memandang, kesehatan termasuk kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi seperti halnya kebutuhan pokok lainnya. Sebab, jika tidak terpenuhi akan menimbulkan kerusakan, kesengsaraan, bahkan kematian. Oleh sebab itu, syariat Islam mewajibkan Khalifah (pemimpin) untuk mewujudkannya.
Sejarah telah mencatat dengan tinta emas atas kesuksesan di bidang teknologi dan kesehatan. Pada masa kekhilafahan Ustmaniyah justru menjadi pelopor perkembangan ilmu dan kesehatan, yakni awal ditemukannya teknologi vaksin cacar (variolation) yang sangat bermanfaat bagi kesehatan seluruh umat manusia.
Artinya, telah terbukti bahwa terkait uji coba vaksin apa pun itu Islam tidak menutup diri terhadap kemajuan teknologi termasuk di bidang kesehatan. Asalkan prosedurnya benar sesuai kaidah ilmiah, halal, dan transparan. Maka ini sejalan dengan tujuan utama syariah Islam (maqosid syariah), di antaranya prinsip Islam dalam menjaga jiwa.
Oleh karena itu, pada masa kekhilafahan peradaban Islam menjadi pelopor dalam ilmu dan teknologi sehingga meraih puncak kejayaannya memimpin dunia. Untuk itu saatnya kita kembali ke sistem Islam (Khilafah), aturannya jelas bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah yang mengatur semua sendi kehidupan manusia. Tentu meniscayakan sebagai problem solving atas semua masalah. Termasuk melindungi warga negara dari ancaman penyakit dan dari agenda-agenda jahat yang menjadikan kesehatan global sebagai komoditas keuntungan oleh para kapitalis dan kaki tangan pengkhianat bangsa.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar