Korupsi Makin Menggila, Bukti Sekuler Berbahaya
OPINI
Mirisnya, saat ini Islam tidak boleh mengatur kehidupan, hanya boleh dipakai dalam hal ibadah ritual saja. Padahal, Islam adalah sebuah sistem kehidupan, bukan sekedar agama, maka wajar jika terjadi kerusakan di seluruh sisi kehidupan.
Oleh Ummu Qianny
Aktivis Muslimah
Muslimahkaffahmedia.eu.org_Kisruh dan huru-hara yang ditimbulkan oleh para koruptor makin membuat mata rakyat terbelalak. Karena, nilai uang yang dikorupsi bukan lagi milyaran, bahkan mencapai Rp 968,5 triliun atau hampir 1 kuadriliun. Korupsi yang dilakukan oleh pihak Pertamina terkait tata kelola minyak mentah dengan nilai yang fantastis itu membuat warganet menyindir dengan istilah, "Klasemen Liga Korupsi Indonesia," di mana kasus korupsi Pertamina ini menempati urutan pertama. (Kompas.id 09-07-2025)
Tak mau kalah dengan Pertamina, kasus korupsi juga terjadi, bahkan sampai hari ini masih menjadi topik panas dalam perbincangan. Kasus korupsi pengadaan mesin EDC di bank berplat merah, yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 744,5 miliar.
Korupsi memang dapat dengan mudah kita temukan dalam 3 transaksi :
1. Transaksi barang dan jasa
2. Transaksi yang terkait utang piutang
3. Transaksi terkait biaya dan pendapatan
Ketiga hal inilah yang bisa menjadi celah bagi para koruptor untuk mengeruk keuntungan, hingga merugikan keuangan negara dalam jumlah yang tidak sedikit.
Ketika ada celah serta didukung dengan sanksi yang tidak adil menambah keyakinan betapa sulitnya memberantas korupsi di negeri ini. Contohnya, dalam kasus PT TPPI, di mana pelaku yang telah merugikan negara Rp 37,8 triliun hanya dihukum 4 tahun penjara dengan denda hanya Rp 200 juta.
Koruptor semakin tumbuh subur tentu bukan terjadi begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh sistem. Jika koruptor jumlahnya satu atau dua orang mungkin dia khilaf. Sudah menjadi rahasia umum, koruptor bukan hanya satu sampai sepuluh, bahkan dari tahun ke tahun jumlahnya kian bertambah, bisa mencapai ribuan orang. Artinya, meskipun sering ganti kabinet, aturan sering direvisi, namun kasus korupsi tidak kunjung tuntas sampai hari ini.
Di dalam sistem Islam, minim nyali untuk melakukan korupsi. Sebab, pemerintah yang menerapkan sistem Islam beserta dengan rakyatnya bersama sama melakukan amar makruf nahi munkar, sehingga sebelum seseorang berbuat korup maka akan dicegah terlebih dahulu. Ketika seseorang terpilih sebagai penyelenggara negara akan dihitung jumlah hartanya sebelum dan setelah dia menjabat. Apabila terdapat selisih berlebih, dia akan dimintai penjelasannya dari mana asal-usul harta tersebut. Jika dia tidak mampu menjelaskan maka harta itu akan disita langsung oleh negara, kemudian dimasukkan ke dalam Baitulmal.
Dalam sitem ekonomi Islam, kepemilikan dibagi menjadi tiga :
1. Kepemilikan individu
2. Kepemilikan umum
3. Kepemilikan negara
Dalam kategori kepemilikan umum, individu boleh memanfaatkannya tetapi dilarang untuk memiliki. Misalnya, fasilitas dan sarana umum, sumber daya alam, termasuk tambang dengan kandungan yang tidak terbatas, depositnya besar. Sedangkan kepemilikan negara adalah hak harta milik umum, tapi wewenang pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemerintah. Jenis kepemilikan ini menjadikan salah satu indikasi pencegahan dari tindakan korupsi, sebab terlihat jelas pembagian hak-hak dan kewenangannya. Sehingga hak dan kewajiban dijalankan oleh individu maupun negara berjalan sesuai dengan fungsinya.
Lalu, bagaimana jika masih terjadi korupsi? Korupsi di dalam Islam dipandang sebagai bentuk khianat. Dalam Islam sanksi yang diberikan harus memiliki efek jera. Sanksi bagi koruptor adalah takzir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Adapun mengenai berat ringannya hukuman akan disesuaikan dengan tingkat kejahatannya.
Syekh Abdurrahman al-Maliki dalam kitabnya Nizhamul Uqubat hlm 78—89, menjelaskan bentuk sanksi bagi koruptor beraneka ragam, tergantung dari seberapa berat kesalahannya. Mulai dari teguran secara lisan atau tertulis, bisa juga dipenjara, dicambuk, diasingkan, sampai yang paling berat yaitu hukuman mati.
Hukuman dalam sistem Islam tentunya diterapkan secara adil, tidak ada transaksi tawar menawar, suap menyuap, karena asas peradilannya adalah akidah Islam. Hakimnya dipilih dari orang-orang yang bertakwa sekaligus fakih dalam agama, bahkan bisa jadi seorang mujtahid. Adapun, peradilan kasus korupsi yang di dalamnya melibatkan pejabat atau pegawai negara, maka akan dilakukan oleh qadhi (hakim) madzalim yang tugas khususnya adalah menghilangkan kezaliman dari aparatur negara.
Sanksi yang diputuskan oleh qadhi selanjutnya dilaksanakan dengan tegas oleh syurthah (kepolisian). Dalam pelaksanaan hukuman tidak ada istilah remisi, pengurangan masa tahanan bagi terpidana karena hari raya keagamaan, atau hari kemerdekaan. Begitu pula tidak ada istilah sel mewah atau fasilitas melimpah yang membuat para koruptor betah, tidak ada pengadilan banding atau kasasi. Setelah kasus korupsi sah diputuskan oleh pengadilan, hukumannya pun langsung dilaksanakan saat itu juga, tidak perlu menunggu lama di penjara sebelum eksekusi dilaksanakan. Betapa luar biasanya, jika aturan Islam ini diterapkan.
Tapi, apakah mungkin terjadi? Jawabanya, tentu saja dan pasti akan terjadi, karena Islam terbukti sudah pernah diterapkan selama kurang lebih 1300 tahun. Dua pertiga bagian dunia pernah merasakan kesejahteraan di bawah naungan daulah khilafah.
Mirisnya, saat ini Islam tidak boleh mengatur kehidupan, hanya boleh dipakai dalam hal ibadah ritual saja. Padahal, Islam adalah sebuah sistem kehidupan, bukan sekedar agama, maka wajar jika terjadi kerusakan di seluruh sisi kehidupan. Kerusakan bukan hanya dari sisi hukum saja, tetapi juga dari sisi ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Mau menunggu sampai kapan untuk sadar bahwa kita butuh Khilafah?
Kita tidak bisa menerapkan sistem Islam hanya sepotong-sepotong. Harus ada negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah yakni khilafah. Pembuat barang elektronik saja pasti akan memberi buku petunjuk, bagaimana cara menggunakannya agar tidak salah pemakaian. Apalagi kita manusia, tidak mungkin Allah sebatas menciptakan tapi tidak memberi petunjuk atau aturan dalam kehidupan kita.
Ketika menjadi muslim, maka kita tidak boleh memilah aturan Islam yang mana yang kita mau, dan menolak mana yang kita tidak mau, karena Islam bukan agama prasmanan.Terkait hal ini, Allah memberikan ketegasan pada hamba-Nya, dalam surat Al Baqarah ayat 208. Allah swt berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ٢٠٨
Artinya: " Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (kafah), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya, ia musuh yang nyata bagimu."
Adapun tafsir dari ayat tersebut, beragama secara kafah adalah Allah menuntut bagi setiap muslim untuk menjalankan aturan Islam secara meyeluruh (total) bukan hanya sebagian. BerIslam secara kafah akan membawa keberkahan hidup baik di dunia maupun di akhirat, serta menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu'alam bissawab.
Komentar
Posting Komentar