Mustahil Korupsi Nihil dalam Demokrasi
OPINI
Kasus korupsi yang tampak dipermukaan hari ini, hanyalah contoh kecil dari banyaknya kasus yang terungkap. Sisanya jauh lebih banyak dan besar lagi. Jadi bukan hal yang tabu lagi, jika kasus korupsi menjamur di dalam sistem demokrasi kapitalisme.
Oleh Luluk Kiftiyah
Pegiat Literasi
Muslimahkaffahmedia.eu.org_"Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah [2]: 188)
Dalam hadis tersebut, Allah sudah memperingatkan untuk tidak melakukan korupsi, suap, dan semacamnya, karena perilaku tersebut merupakan perbuatan dosa. Namun, hari ini korupsi sudah menjamur dan menjamaah dalam kehidupan demokrasi kapitalisme.
Seperti halnya kasus proyek jalan di Sumatera Utara yang terindikasi adanya korupsi dalam rekayasa sistem e-katalog. Budi Prasetyo selaku juru bicara KPK, menjelaskan sejauh ini sudah ada lima orang yang menjadi tersangka operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Mandailing Natal, Sumut. Ada dua kasus proyek jalan di Sumatra Utara yang sedang ditangani. Pertama proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan yang kedua, proyek di Satker PJN. Nilai yang dikorupsi kedua proyek ini mencapai Rp231,8 miliar. (kumparan.com, 04-07-2025)
Selain kasus korupsi proyek jalan di Sumatera Utara, penyelidikan yang sedang diusut KPK yaitu dugaan kasus korupsi dalam proyek pengadaan mesin elektronik data capture (EDC) di salah satu bank pelat merah. Sejauh ini belum ada penetapan tersangka, tetapi sudah diidentifikasi oleh tim adanya indikasi penyimpangan pengadaan barang EDC. Adapun nilai proyeknya mencapai Rp2,1 triliun pada periode 2020 hingga 2024. (beritasatu.com, 30-07-2025)
Kasus korupsi yang tampak dipermukaan hari ini, hanyalah contoh kecil dari banyaknya kasus yang terungkap. Sisanya jauh lebih banyak dan besar lagi. Jadi bukan hal yang tabu lagi, jika kasus korupsi menjamur di dalam sistem demokrasi kapitalisme. Sebab dalam sistem demokrasi kapitalisme tidak ada sanksi tegas bagi pelaku korupsi. Bahkan, hukum pun dapat dibeli.
Realitas ini membuka celah lebar-lebar bagi pelaku korupsi untuk mengeruk keuntungan secara ugal-ugalan. Kenapa? Karena untuk mendapatkan jabatan tinggi perlu adanya mahar dan demi mengembalikan biaya mahar, mereka akan melakukan apapun untuk mengembalikan modal.
Selain itu, gaya hidup yang hedonis membuat mereka buta akan azab Allah. Kecintaan terhadap dunia yang begitu besar menutup mata hati dan mematikan empati mereka terhadap rakyatnya. Tidak heran jika hari ini kesenjangan sosial begitu menganga.
Hal ini terjadi akibat diterapkannya sistem demokrasi kapitalisme, yang merupakan anak kandung dari sekuler kapitalisme. Yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Asasnya, untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Tidak peduli apakah rezeki tersebut didapat dari jalan halal atau haram. Tujuan utama mereka adalah kesenangan dan kenikmatan hidup di dunia.
Dari sini jelas, mustahil korupsi nihil dalam demokrasi. Sebab akar dari banyaknya korupsi adalah diterapkannya sistem demokrasi kapitalisme, yang berasal dari akal manusia yang bersifat terbatas, lemah, dan penuh kekurangan. Sistem ini menghasilkan undang-undang yang penuh ketimpangan karena syarat kepentingan. Jadi meskipun berganti-ganti pejabat atau pemimpinnya, selama sistemnya masih sama (demokrasi-kapitalis), masalah korupsi dan sejenisnya akan tetap ada bahkan makin meluas.
Satu-satunya solusi untuk mengendalikan korupsi hari ini adalah dengan diterapkannya sistem Islam kafah. Sistem yang memberikan sanksi tegas pada pelaku korupsi. Adanya sanksi yang tegas ini akan memberikan kemaslahatan pada umat, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat.
Selain itu, sistem sanksi dalam Islam memiliki sifat jawabir dan zawajir. Bersifat jawabir karena sebagai penebus dosa bagi pelakunya. Sedangkan bersifat zawajir, yaitu dapat memberi efek jera pada pelakunya, dan bagi orang lain akan takut apabila melakukan hal yang serupa. Dengan begitu, tindakan kriminal akan minim terjadi atau bahkan tidak ada sama sekali.
Dengan demikian, diterapkannya sanksi pada sistem Islam yang tegas ini, akan memberikan kelangsungan hidup bagi masyarakat dan negara serta dapat menjalankan sesuai fungsinya sehingga kesejahteraan dan keamanan bagi masyarakat dapat terwujud. Dengan demikian jumlah pelaku kriminal pasti akan berkurang sehingga penjara akan kosong.
Selain itu, negara juga berkewajiban menguatkan akidah umat, bahwa setiap perbuatan yang dilakukan akan ada hisabnya dan dipertanggungjawabkan di akhirat. Dengan begitu, pejabat atau pemangku kekuasaan akan menjalankan amanahnya dengan hati-hati. Sebab amanah itu yang akan mengantarkan ke surga atau ke neraka-Nya.
Apabila dijalankan dengan jujur dan adil maka surga balasannya, tetapi sebaliknya, jika dijalankan untuk mengeruk kekuasaan, memperkaya diri sendiri dan golongannya, maka neraka tempatnya kembali. Ketika akidah umat sudah benar, maka dengan penuh kesadaran akan meninggalkan perkara-perkara yang dibenci Allah, seperti tidak akan melakukan korupsi. Mereka akan memahami konsep rezeki yang halal.
Dengan begitu, terciptalah individu yang bertakwa dan masyarakat yang Islami. Begitulah seharusnya seorang pemimpin meri'ayah umat, seperti halnya hadis Rasulullah saw.,
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
"Sesungguhnya Al-Imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaan-Nya." (HR. Muttafaqun 'Alayh dll)
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar