Perundungan Anak Terus Terjadi, ke Mana Penghulu Negeri?


OPINI


Oleh Nur Syamsiah Tahir 

Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi AMK 


Timang-timang anakku sayang

Jangan menangis bapak di sini

Timang-timang anakku sayang

Jangan menangis bunda bernyanyi


Bila kelak engkau dewasa

Sayangi saudara sayangi sesama

Dengan cinta


Muslimahkaffahmedia.eu.org_Untaian kalimat di atas merupakan bagian awal dari lirik lagu yang disenandungkan oleh Anang dan Krisdayanti beberapa tahun silam. Itu semua sebagai ungkapan kasih sayang kedua orang tua sekaligus nasihat dan harapan yang disampaikan untuk masa depan sang anak kelak.


Setiap orang tua pasti sayang dan mencurahkan perhatian sepenuhnya pada anak-anaknya. Namun dalam kehidupan sehari-hari ternyata tidaklah cukup kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tua saja. Pada kenyataannya perhatian dan penjagaan dari masyarakat sekitar bahkan dari negara juga sangat dibutuhkan sehingga kehidupan ini akan menjadi teratur, tenteram, dan sejahtera. Sebaliknya, jika hal itu tidak terwujud maka dipastikan akan terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan. Seperti peristiwa yang sedang menjadi sorotan, yang terjadi pada salah satu anak atau siswa di Bandung beberapa pekan yang lalu.


KBRN, Jakarta pada 27 Juni 2025 mengabarkan bahwa, Lalu Hadrian Irfani yakni Wakil Ketua Komisi X DPR, sedang menyoroti kasus perundungan terhadap siswa di SMP, tepatnya di wilayah Kabupaten Bandung. Menurut Lalu, tindakan menceburkan anak ke dalam sumur itu sudah termasuk tindak pidana maka dia meminta pelakunya harus ditindak secara administrasi dan hukum.


"Kerja sama dengan Kementerian PPPA, KPAI, dan aparat penegak hukum juga krusial, perlu memastikan bahwa kasus kekerasan tidak hanya ditangani secara administratif, tetapi juga hukum," kata legislator dari Fraksi PKB tersebut kepada wartawan, pada Jumat (27/6/2025).


Sebab Terjadinya Perundungan


Peristiwa di Ciparay tersebut hanyalah satu peristiwa dari sekian peristiwa yang terjadi. Bisa dipastikan kasus yang tidak muncul ke permukaan masih lebih banyak lagi, dan yang perlu ditelusuri adalah apa sebab dan musababnya sehingga kasus perundungan ini bisa terjadi. Tidak hanya di perkotaan, bahkan tidak menutup kemungkinan di daerah pelosok baik di pedesaan maupun di pegunungan juga dimungkinkan terjadi kasus semacam ini.


Setiap manusia sejak lahir memiliki naluri yang dikenal dengan naluri untuk mempertahankan diri. Hanya saja tidak semua orang bisa dan mampu mengapresiasikan naluri tersebut, akibatnya dia tidak mampu menjaga dan mempertahankan dirinya baik secara fisik maupun psikis. Entah karena faktor usia, faktor kuat dan lemahnya fisik seseorang, faktor posisi dan kedudukan, bahkan mungkin saja faktor pengaruh dan kekayaan.


Sebagaimana peristiwa yang menimpa pada siswa SMP di Ciparay ini. Dia diceburkan ke sumur oleh sejumlah orang, karena menolak minum minuman beralkohol. Perundungan anak seperti ini masih terus terjadi bahkan dengan tindakan yang makin mengarah pada kriminal. Mirisnya, pelakunya tidak hanya anak-anak SMP yang notabene adalah teman korban. Ada pula yang pelakunya adalah kakak kelas, kakak tingkat, dan orang-orang yang lebih tua dari korban. Fakta terus bertambahnya kasus perundungan pada setiap tahunnya semakin menguatkan bahwa kasus perundungan anak ini adalah fenomena gunung es.


Fakta ini tentu saja menunjukkan regulasi yang dicanangkan telah gagal. Apalagi sistem sanksi yang diberlakukan negara amat lemah, sehingga tidak memberi pengaruh apa pun pada pelaku maupun masyarakat sekitar. Lebih-lebih adanya definisi anak yang keliru dalam sistem hari ini. Bahkan kejadian ini juga menunjukkan sistem Pendidikan yang diterapkan telah gagal. 


Korelasi Kasus Perundungan dan Sistem Sekuler Kapitalistik


Terjadinya kasus perundungan terhadap anak yang merupakan fenomena gunung es ini merupakan buah buruk dari penerapan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik. Dilihat dari definisinya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sekuler adalah bersifat duniawi atau kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian). Sekuler adalah istilah yang sangat berkaitan dengan pandangan atau paham sekuler.


Sedangkan dalam kitab Nidhomul Islam karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, aqidah sekuler - yang memisahkan agama dari kehidupan - pada hakekatnya merupakan pengakuan secara langsung akan adanya agama. Para pengusung paham ini mengakui adanya Pencipta alam semesta, manusia, dan hidup, serta mengakui adanya hari Kebangkitan. Namun pada realitanya mereka menetapkan agama harus dipisahkan dari kehidupan. Dengan demikian, pengakuan tersebut hanyalah formalitas belaka karena pada dasarnya mereka mengagung-agungkan kebebasan. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan beragama, kebebasan berekonomi, kebebasan bertingkah laku, bahkan merambah pada kebebasan membuat aturan sendiri dalam kehidupan ini.


Pada akhirnya pola kehidupan semacam ini merambah dalam semua aspek kehidupan, baik aspek ekonomi, aspek sosial, aspek budaya, aspek agama, aspek politik, bahkan aspek negara. Dengan demikian, permasalahan ini merupakan permasalahan yang kompleks. Oleh karena itu untuk menyelesaikan permasalahan perundungan ini dibutuhkan adanya perubahan yang mendasar dan menyeluruh, tidak cukup dengan menyusun regulasi atau sanksi yang memberatkan. Lebih dari itu dibutuhkan perubahan pada paradigma kehidupan yang diemban oleh negara.


Islam dan Sistem Kehidupan Islami Solusinya


Dalam pandangan Islam, kasus perundungan termasuk perbuatan yang haram dilakukan, baik secara verbal apalagi fisik bahkan dengan menggunakan barang haram. Apalagi semua perbuatan manusia dalam kehidupan dunia ini harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. 


Islam menjadikan masa balig sebagai titik awal pertanggungjawaban seorang manusia. Sebagaimana hadis dari Aisyah, dari Nabi saw. bersabda, “Diangkat pena (tidak dikenakan dosa) atas tiga kelompok: orang tidur hingga bangun, anak kecil hingga mimpi basah, dan orang gila hingga berakal.” (HR Ahmad, Addarimi, dan Ibnu Khuzaimah)


Hadis di atas menunjukkan bahwa Islam memberi batasan pada setiap perbuatan manusia berupa batasan atas pertanggungjawaban perbuatannya sejak masa balig (sejak mimpi basah bagi anak laki-laki dan haid bagi anak perempuan). Termasuk menjadikan sistem pendidikan hanya berasaskan akidah Islam yakni memberikan bekal keimanan dengan menyiapkan anak mukallaf pada saat balig. 


Sistem pendidikan semacam ini menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan negara. Negara adalah pihak yang paling bertanggungjawab dalam menyusun kurikulum pendidikan dalam semua level. Bahkan pendidikan dalam keluarga pun, negara harus memiliki kurikulumnya. Semua itu untuk mewujudkan generasi yang memiliki kepribadian Islami.


Tidak ketinggalan pula terhadap sistem informasi yang dijalankan juga harus mengarah pada terwujudnya generasi pencetak peradaban yang mulia yakni peradaban Islam. Bahkan sistem sanksi yang diberlakukan juga harus menguatkan arah pendidikan yang dibuat oleh negara. Dengan demikian, semua usaha yang diupakan itu akan menutup setiap celah bagi terjadinya penyimpangan termasuk menutup celah bagi terjadinya perundungan. Pada akhirnya benar-benar akan lahir generasi yang berkepribadian Islam, generasi pengukir peradaban Islam yang mulia.

Wallaualam bissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan