Bayi Dalam Kandungan Diperdagangkan, Bukti Lemahnya Perlindungan
OPINI
Butuh berapa banyak lagi kerusakan, hingga kita mau membuka mata bahwa hanya Islamlah satu-satunya solusi bagi semua permasalahan yang mencengkram negeri ini?
Oleh Ummu Qianny
Aktivis Muslimah
Muslimahkaffahmedia.eu.org-Dalam kondisi carut marutnya negeri ini, di mana kejahatan seolah-olah terpampang nyata, tanpa rasa takut para pelaku terus melakukan aksinya. Seperti yang baru-baru ini terjadi, perdagangan bayi lintas negara menghebohkan masyarakat Bandung, Jawa Barat.
Dikutip dari metrotvnews.com (18/7/2025), 13 tersangka kasus perdagangan bayi ke Singapura berhasil ditangkap Polda Jawa Barat. Dari keterangan tersangka ada 25 bayi yang terungkap,15 bayi dari jabar telah dijual ke Singapura sejak tahun 2023. Sementara 6 bayi berhasil diselamatkan saat masih berada di Pontianak, Kalimantan Barat dan Tangerang
Tindak kejahatan mereka pun sangat terencana, dari memesan sejak dalam kandungan, menjaga saat proses kelahiran, kemudian ditampung di rumah penampungan, hingga dibuatkan dokumen palsu untuk melengkapi keberangkatan ke luar negeri.
Para pelaku mengincar ibu-ibu hamil yang lemah secara finansial. Misal, memiliki suami tapi kondisi perekonomian sulit, jangankan untuk membayar biaya persalinan, untuk kehidupan sehari-hari saja tidak mencukupi. Ada pula yang secara ekonomi mampu tapi pasangan lepas tangan, atau hamil di luar nikah. Dengan iming-iming uang, para ibu rela melepaskan buah hatinya.
Parahnya, perdagangan bayi ini melibatkan oknum-oknum aparat pemerintahan. Inilah yang membuat perdagangan bayi terbuka lebar dari tahun ke tahun. Peran dari oknum aparat pemerintahan yaitu menyiapkan berkas-berkas palsu dan dokumen orang tua palsu. Begitu juga dengan identitas si bayi, biasanya dicantumkan dalam kartu keluarga, yang tentunya bukan keluarga asli si bayi. Selanjutnya, mereka pun dibuatkan paspor agar bisa leluasa dibawa ke luar negeri, khususnya ke Singapura.
Sejatinya, penjahat memang ada di berbagai profesi. Bahkan, kita tidak merasa aman di negeri kita sendiri. Ini adalah fakta yang ada di depan mata. Perempuan dan anak-anak, khususnya bayi memang rentan dijadikan target Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dan, sanksi bagi pelaku kejahatan tersebut adalah hukuman penjara minimal 3 tahun dan paling lama 15 tahun, sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2007.
Salah satu penyebab dari adanya TPPO adalah jeratan kemiskinan, kelahiran anak dianggap beban, orang tua merasa tidak mampu memberikan kehidupan yang layak. Dengan dalih khawatir terlantar, mereka memutuskan untuk memberikan kepada pihak lain agar mendapat kesejahteraan. Di sinilah peran negara dipertanyakan. Bukankah negara yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan warganya?
Ketimpangan ekonomi seharusnya tidak terjadi jika negara menjalankan tugasnya, yakni sebagai pelindung rakyat. Tapi, selama asas negara ini tidak dirubah, masih sekular kapitalis, maka jangan harap negara hadir melindungi rakyatnya.
Sekuler adalah memisahkan agama dari kehidupan. Allah dianggap ada hanya saat ibadah saja, setelah ibadah, hidup bebas sesuka hati. Ini adalah fakta yang sering kita lihat. Ketika sholat aurat ditutup rapat, namun sebaliknya, selepas sholat aurat dibiarkan terbuka. Agama dipermainkan oleh negara. 1001 aturan dibuat tapi akar masalahnya tidak dibenahi. Negara ini hanya menerapkan sistem tambal sulam.
Dalam pandangan Islam perdagangan anak adalah kejahatan. Pelakunya akan dikenai sanksi takzir. Hakim akan menentukan hukuman apakah dicambuk, dipenjara, diasingkan, atau jika sudah berat sekali kejahatannya maka dihukum mati.
Selain sanksi tegas bagi para pelaku kejahatan, tentu, tanggung jawab negara terlebih dahulu dilaksanakan. Dari sisi ekonomi masyarakat disejahterakan, sumber daya alam negeri ini dikelola secara mandiri tanpa campur tangan atau dominasi pihak asing. Sumber dayanya alam jika dikelola dengan benar akan menghasilkan pundi pundi rupiah yang fantastis. Inilah yang membuat negeri ini memiliki daya tarik bagi para penjajah dari dulu hingga sekarang.
Dari sisi pendidikan, anak-anak disekolahkan, bukan untuk meraih nilai setinggi-tingginya, tetapi menjadikan mereka sebagai individu yang memiliki ketaqwaan berkualitas. Istilah banyak anak banyak rezeki bukan khayalan seperti sekarang ini. Kaum hawa juga dipahamkan bahwa seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Dengan begitu keinginan untuk menjual anak tidak ada di kepala, yang ada hanyalah bagaimana menjadi pendidik bagi anak-anaknya.
Sungguh, banyaknya masalah di negeri kaum muslim termasuk Indonesia karena ketiadaan seorang Khalifah atau pemimpin umat. Sebagaimana agama Katholik yang memiliki imam di Vatikan Roma, pemimpin yang mempersatukan seluruh umat katholik di dunia. Negeri-negeri kaum muslimin memiliki pemimpin yang tersekat oleh rasa nasionalisme, belum ada satu pemimpin yang menyatukan seluruh umat muslim di dunia.Tanpa adanya seorang Khalifah atau pemimpin negara Islam, maka tidak mungkin terwujud apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw :
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai di mana orang-prang akan berperang di belakangnya. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya dia akan mendapatkan pahala.Tetapi, jika dia memerintahkan kepada yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [HR Bukhari dan Muslim]
Butuh berapa banyak lagi kerusakan, hingga kita mau membuka mata bahwa hanya Islamlah satu-satunya solusi bagi semua permasalahan yang mencengkram negeri ini? Bahwa kita membutuhkan seorang Khalifah. Seorang pemimpin yang sebenar-benarnya pemimpin, yang mampu menjadi perisai. Sedangkan, seorang khalifah tidak akan pernah terlahir dari sistem sekuler. Apakah menunggu sampai bumi ini Allah balikkan, baru kita bertobat dari sistem yang rusak ini? Nauzubillahi min dzalika.
Wallahualam bissawab
Komentar
Posting Komentar