Jejak Gelap Sindikat Penjualan Bayi



OPINI

Penjualan bayi tidak serta merta terjadi begitu saja. Akar masalah yang menjadi sumber utama dari praktik penjualan bayi tersebut yakni diterapkannya sistem sekuler kapitalis. 

Oleh Tutik Haryanti 

Aktivis Muslimah 


Muslimahkaffahmedia.eu.org_Penjualan bayi adalah praktik keji yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Bayi yang seharusnya tumbuh dalam kasih sayang keluarga, justru diperlakukan layaknya komoditas yang bisa diperdagangkan.


Dikutip dari laman (Berisatu.com, 15-07-2025), Direktorat Reserce Kriminalitas Umum (Ditreskrimun) Polda Jawa Barat mengungkap sindikat jual beli bayi sebanyak 24 bayi ke Singapura. Penjualan bayi dihargai 11 hingga 16 juta, tergantung dari kondisi dan permintaan.


Menurut keterangan data, jejak penjualan bayi atau TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) hingga 15 Juli 2025 mencapai 281 dari 404 orang yang menjadi korban perdagangan manusia. (Goodstats.id, 24-07-2025)


Mengapa kasus TPPO terus berkembang? Apa yang melatarbelakangi dan dampak dari tindakan tersebut? Adakah solusi untuk menghentikan kasus TPPO ini?


Jejak Awal Mula Penjualan Bayi


Jejak penjualan bayi dalam konteks modern mulai dikenal sejak awal abad ke-20, terutama di negara-negara berkembang dan wilayah konflik. Dalam catatan sejarah, praktik ini semula muncul akibat kemiskinan ekstrem dan keterbatasan akses terhadap layanan sosial. Di beberapa wilayah Asia dan Afrika, laporan tentang perdagangan bayi sudah terdokumentasi sejak tahun 1930-an.


Namun, di Indonesia sendiri, kasus penjualan tercatat sejak era Orde Baru. Kala itu, banyak anak dari keluarga miskin diadopsi secara ilegal oleh keluarga kaya, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Modusnya pun beragam, mulai dari penculikan, pemalsuan dokumen, hingga kerja sama gelap antara rumah sakit, panti asuhan, dan oknum aparat. Seiring dengan berkembangnya teknologi, praktik ini semakin tersembunyi di balik media sosial dan platform daring.


Penyebab Penjualan Bayi Makin Marak


Kasus penjualan bayi yang kian menjamur di tengah masyarakat, tentu saja ada penyebabnya, antara lain yakni;


Pertama, kemiskinan dan desakan ekonomi. Tekanan ekonomi dari sulitnya pemenuhan biaya hidup dan tingginya pengangguran, membuat orang tua rela menjual anaknya karena merasa tak mampu membesarkannya. Akhirnya mereka dengan mudah terbujuk rayuan para sindikat.


Kedua, kehamilan di luar nikah. Stigma yang disematkan terhadap ibu hamil di luar nikah membuat mereka mencari jalan pintas dengan menyerahkan bayinya kepada pihak yang tidak resmi dan kemudian memperjualbelikannya.


Ketiga, tingginya permintaan adopsi ilegal. Banyak pasangan suami istri yang tidak memiliki keturunan mengadopsi anak secara tidak sah. Ini membuka celah bagi para sindikat.


Keempat, lemahnya penegakan hukum dan pengawasan sosial. Kontrol sosial yang minim dari jajaran aparat terhadap kasus penjualan bayi, baik yang berada di panti asuhan, rumah sakit, atau lembaga sosial lainnya, membuat sindikat dapat bergerak melakukan aksinya dengan bebas leluasa. Hukum yang diberikan pun tidak memberikan efek jera.


Kelima, media sosial dan teknologi. Penjualan bayi makin dipermudah dan terang-terangan dilakukan melalui platform Facebook, Instragram dan WhatsApp, yang dimanfaatkan untuk tujuan kriminal.


Keenam, minimnya tingkat keimanan. Sistem sekuler yang diterapkan saat ini telah menjauhkan seseorang dari agamanya. Maka wajar bila mereka berbuat bebas tanpa memahami batasan-batasan syariat sehingga untuk mendapatkan penghasilan tidak menghiraukan lagi halal atau haram. 


Dampak yang Ditimbulkan


Ada beberapa dampak destruktif luar biasa yang ditimbulkan dari kasus sindikat penjualan bayi, di antaranya;


Pertama, trauma psikologi bagi anak-anak yang mengetahui bahwa dirinya dijual, bukan diadopsi secara sah.


Kedua, eksploitasi anak melalui bayi-bayi yang diperdagangkan dengan tujuan menjadikan mereka sebagai prostitusi anak, pekerja buruh, bahkan yang lebih parah terjadinya perdagangan organ.


Ketiga, kehancuran nilai keluarga dikarenakan ikatan darah yang suci hancur demi keuntungan materi semata.


Keempat, negara yang membiarkan anak-anak menjadi korban perdagangan orang telah mencederai citra sosial dan moralitas bangsa.


Kapitalisme Biang Kerusakan


Penjualan bayi tidak serta merta terjadi begitu saja. Akar masalah yang menjadi sumber utama dari praktik penjualan bayi tersebut yakni diterapkannya sistem sekuler kapitalis. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan materi sebagai tolok ukur utama. Agama tidak menjadi sandaran dalam perbuatan sehingga penjualan bayi hanya dianggap sebagai pelanggaran hukum bukan dosa besar yang harus dicegah akarnya.


Kapitalisme juga mendorong segala sesuatu menjadi komoditas. Sebagaimana bayi yang lahir tidak dianggap sebagai amanah dari Sang Pencipta yang harusnya dijaga, tetapi justru memperjualbelikannya seperti dagangan. 


Demikian pula dengan ketimpangan sosial di tengah masyarakat, akibat ekonomi yang tidak merata, membuat si miskin rela menjual bayi hanya untuk terpenuhi kebutuhan hidupnya. Padahal, Indonesia memiliki SDA yang melimpah. Sayangnya, negara menyerahkan pengelolaan SDA tersebut pada oligarki. Alhasil, SDA dikeruk dan dinikmati hanya segelintir orang saja.


Begitu pula penerapan sekuler kapitalis telah melahirkan manusia liberal yang bebas melakukan pergaulan. Akibatnya, seks bebas meningkat dan terjadi kehamilan di luar nikah. Sementara, negara tidak mampu memberikan solusi moral yang hakiki, maka bayi yang lahir banyak yang dibuang atau diperjualbelikan secara ilegal. 


Parahnya, pelaku sindikat penjualan bayi tidak mendapat hukuman setimpal yang menjerakan. Maka wajar bila mereka kembali melakukan aksinya, bahkan terus berulang.


Sangat jelas, sistem sekuler kapitalis memang menjadi biang adanya jejak gelap sindikat penjualan bayi. Lantas, masihkah sistem sekuler kapitalisme ini akan dipertahankan?


Islam Solusi Aksi Sindikat Penjualan Bayi 


Islam sebagai agama Rahmatan Lil Alamin mengajarkan manusia agar selalu mengasihi dan menyayangi sesama. Sebagaimana bayi-bayi yang terlahir ke dunia tanpa dosa, mereka memiliki hak untuk hidup dengan kasih sayang dan perlindungan bukan diperdagangkan.


Islam memandang perdagangan manusia adalah bentuk kejahatan kemanusiaan. Sebab, manusia memiliki kehormatan dan hak asasi yang tidak bisa diperjualbelikan. Allah Swt. berfirman,


"Dan janganlah kamu memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil..."

(QS. Al-Baqarah: 188)


Penjualan bayi termasuk memakan harta dengan jalan yang batil dan merampas hak asasi manusia. Bayi adalah amanah dari Allah bukan objek perdagangan, sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw. juga disebutkan, 


"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya."

(HR. Bukhari dan Muslim)


Orang tua yang menjual anaknya telah mengkhianati amanah yang diberikan Allah Swt. Mereka sebagai pemimpin keluarga akan mempertanggungjawabkan atas tindakannya. Demikian pula yang membeli, mereka turut dalam praktik kejahatan besar sehingga bisa dijatuhi hukuman berat.


Untuk itu Islam memiliki solusi yang komprehensif dalam mengatasi sindikat penjualan bayi.


Pertama, Islam akan melakukan pembinaan kepada umat secara kontinu terkait penguatan akidah. Agar umat menyadari pentingnya menjaga keluarga, termasuk anak-anak yang menjadi sebuah amanah. Negara juga mengajak umat untuk mengurus anak yatim yang terlantar dengan menjadi wali mereka, agar tidak jatuh ke tangan sindikat 


Kedua, negara akan memberdayakan SDA yang ada dengan maksimal, dan mendistribusikannya secara adil dan merata untuk kemaslahatan umat. Dengan demikian tidak ada lagi yang terdorong untuk melakukan kejahatan perdagangan manusia hanya demi terpenuhinya kebutuhan sehari-hari.


Ketiga, hukuman yang tegas dan menjerakan bagi sindikat. Dalam Islam, pelaku perdagangan manusia akan mendapatkan hukuman takzir (hukuman yang ditentukan penguasa) sesuai dengan kejahatan yang dilakukan.


Keempat, mekanisme adopsi anak sesuai syariat. Islam mengajarkan adopsi anak dengan konsep kafalah (pengasuhan anak), karena akan tetap menjaga hak dan identitas anak. Dengan begitu bagi pasangan yang tidak memiliki anak bisa merawat bayi tanpa melanggar syariat.


Khatimah


Anak adalah aset berharga bagi orang tua yang akan menjadi generasi pemimpin dan pengubah peradaban dunia. Oleh karena itu, mereka harus dijaga dan terus dilindungi oleh negara yang menerapkan syariat Islam. Dengan konsep dan mekanisme negara Islam, anak akan terbebas dari jejak gelap ancaman sindikat perdagangan manusia.


Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan