Kapitalisme Menggadai Masa Depan: P3K dan Dilema Finansial Berbasis Riba

 


 Masa depan tidak bisa digadaikan. Terutama oleh sistem yang tak mengenal belas kasihan, dan hanya fokus menghitung untung rugi.


OPINI

Oleh Anita Humayroh 

Pegiat Literasi

Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI- Euforia menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) seharusnya menjadi titik awal kemandirian ekonomi dan stabilitas hidup. Faktanya, manisnya rayuan pinjaman dengan jaminan Surat Keputusan (SK) sangatlah menggiurkan, padahal belum genap setahun pengangkatan para tendik P3K. Fenomena ini semakin ramai dibicarakan, terutama karena prosesnya cepat, syaratnya ringan, dan dana langsung cair.


Seorang guru salah satu SD di Bekasi Barat yang baru berstatus PPPK bernama Nurdiansyah, telah didekati sales bank yang menawarkan pinjaman dengan agunan SK. Tawaran pinjaman yang diberikan tidak tanggung-tanggung berkisar Rp 150 juta hingga Rp 200 juta. Menurutnya, besaran pinjaman yang diberikan tergantung masa kontrak kerja. (Infobekasi.co.id, 02-07-2025)


Di balik kemudahan akses tawaran tersebut, tersimpan jerat rantai ekonomi yang sangat mengancam masa depan. Gadai SK P3K sejatinya adalah pintu masuk ke dalam sistem kapitalisme yang menjadikan manusia bukan hanya sebagai pekerja, tapi juga sebagai objek eksploitasi. SK—yang mestinya menjadi bukti penghargaan atas kerja keras—berubah fungsi menjadi komoditas yang bisa diuangkan oleh lembaga keuangan dengan bunga tinggi. Di sinilah riba bekerja secara sistemik.


Riba bukan sekadar bunga pinjaman. Ia adalah simbol dari sistem ekonomi yang menciptakan ilusi kemudahan, namun menjerumuskan ke dalam keterikatan jangka panjang. Tak dapat dipungkiri, banyak dari mereka yang berstatus P3K mengaku tergoda meminjam dengan jaminan SK tanpa perhitungan matang, dan pada akhirnya akan tersandera oleh potongan gaji rutin, hidup dari cicilan ke cicilan, dan kehilangan daya tawar finansial.


Sistem kapitalis saat ini memoles dengan cantik praktik riba dengan istilah baru yang seolah netral dan tidak bertentangan dengan nilai spritual, "pinjaman multiguna," "pembiayaan pribadi," atau "gadai SK."Meski begitu esensi dan maknanya tetap sama, yaitu mengambil keuntungan dari kesempitan orang lain. Kapitalisme menciptakan kebutuhan semu, lalu menawarkan ‘solusi’ dengan memperdalam ketergantungan. Dalam konteks ini, P3K dijadikan target baru pasar pembiayaan berbasis riba yang terus meluas.


Ironisnya, negara nyaris tak pasang badan untuk melindungi para P3K dari jebakan ini. Tak ada literasi keuangan yang masif, apalagi pembatasan terhadap praktik gadai SK di lembaga-lembaga keuangan. Akibatnya, P3K yang seharusnya fokus pada pengabdian, malah dipusingkan dengan urusan utang dan potongan gaji setiap bulan.


Sudah saatnya kesadaran kolektif dibangun. Bahwasanya, keluar dari sistem ekonomi riba bukanlah sekadar pilihan individu, melainkan bentuk perlawanan terhadap hegemoni kapitalisme yang batil. Solusinya bukan dengan menolak SK, tapi dengan membangun sistem keuangan berbasis syariah yang adil, transparan, dan bebas eksploitasi. Negara pun harus hadir dengan regulasi yang berpihak pada keadilan ekonomi, bukan sekadar membiarkan rakyatnya menjadi pasar empuk lembaga keuangan berbasis riba.


Masa depan tidak bisa digadaikan. Terutama oleh sistem yang tak mengenal belas kasihan, dan hanya fokus menghitung untung rugi. Kapitalisme menawarkan solusi palsu dengan bungkus yang memikat. Ia menciptakan kebutuhan artifisial lalu menghadirkan skema utang berbunga sebagai “penolong”. Seseorang yang tergoda untuk meminjam karena terdesak kebutuhan, justru diseret dalam lingkaran setan kredit, cicilan, dan potongan gaji yang panjang. Pada akhirnya, bukan hanya masa depan finansial yang tergadaikan, tapi juga harga diri dan ketenangan hidup.


Islam memandang ekonomi bukan sebagai ruang eksploitasi, melainkan sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial dan keberkahan. Dalam Islam, harta adalah amanah yang harus dikelola dengan prinsip halal, tolong-menolong, dan jauh dari unsur penindasan. Itulah sebabnya, riba diharamkan secara tegas dalam Al-Qur’an karena menciptakan ketimpangan dan merampas hak orang lain tanpa kerja nyata.


Allah SWT berfirman:

“Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila... Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

(QS. Al-Baqarah: 275)


Islam juga memperkenalkan konsep qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga), zakat, infak, dan wakaf sebagai instrumen distribusi kekayaan yang adil dan produktif. Dalam sistem Islam, negara berkewajiban menjamin kebutuhan dasar rakyat dan mengatur sistem ekonomi yang terbebas dari unsur manipulatif seperti riba, gharar (ketidakjelasan), dan maysir (spekulasi).


Solusi Islam Menyeluruh


Solusi nyata dari jeratan gadai SK dan praktik ribawi adalah penerapan sistem ekonomi Islam secara menyeluruh (kafah). Dalam sistem ini, negara tidak hanya menjadi fasilitator ekonomi, tetapi juga penjamin kesejahteraan. Dalam Daulah Islam, seluruh perangkat negara dengan kesempurnaan sistem bawaannya, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan dasar setiap warganya—termasuk pendidikan, kesehatan, sandang, dan pangan—tanpa harus membuat mereka bergantung pada pinjaman ribawi.


Negara juga harus membangun lembaga keuangan berbasis syariah yang benar-benar menjalankan prinsip ta'awun atau saling menolong, bukan mencari keuntungan dari penderitaan rakyat. Di tingkat masyarakat, semangat solidaritas sosial diperkuat melalui mekanisme zakat, infak, dan wakaf produktif, yang diarahkan untuk membantu kelompok rentan agar tidak tergoda pada jeratan utang. Dalam tatanan ini, tidak ada ruang bagi riba untuk hidup dan menghisap darah kaum pekerja.


Sudah saatnya kita membuka mata dan hati, bahwa solusi hakiki bukanlah mengikuti arus deras kapitalisme yang menjanjikan kemudahan instan dan sesaat, tetapi membangun kesadaran akan pentingnya sistem ekonomi alternatif yang adil dan berpihak pada rakyat. Islam telah menyiapkan mekanisme itu secara menyeluruh, tinggal kita mau atau tidak mengambilnya sebagai jalan hidup.


Masa depan tidak bisa digadaikan, terlebih kepada sebuah sistem kufur yang hanya mengenal untung, namun lupa dan abai pada nilai kemanusiaan. Sudah saatnya kita beralih dari sistem rusak dan menjadikan Islam sebagai satu-satunya aturan hidup yang mengatur seluruh kehidupan manusia termasuk sistem ekonomi negara dengan sebuah pondasi aturan yang murni dari Allah SWT.


Wallahualam bissawab..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan