Kemiskinan dalam Permainan Kapitalis, Islam Wujudkan Kesejahteraan Hakiki


OPINI

Prinsip dasar ekonomi Islam pada dasarnya lebih mengedepankan distribusi dan pemerataan yang adil di tengah-tengah masyarakat bukan pertumbuhan sebagaimana konsep ekonomi kapitalis.

Oleh Cahaya Dwi Bunga 

Aktivis Muslimah


Muslimahkaffahmedia.eu.org_Kemiskinan masih menjadi masalah krusial yang melanda negeri ini. Nampaknya pemerintah terus melakukan upaya untuk bisa menurunkan angka kemiskinan, dan pemerintah merasa telah berhasil mencapainya. Sebagaimana dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 210.000 orang tidak lagi masuk kelompok miskin per Maret 2025. Sehingga angka kemiskinan turun menjadi 23,85 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2024. (cnnindonesia.com, 25/07/2025)


Data ini disesuaikan oleh BPS yang mengubah standar garis kemiskinan sebesar Rp. 20.305 per hari. Artinya jika masyarakat mengeluarkan uangnya sebesar 20 ribu, maka dia dikategorikan sebagai orang kaya. Lantas apakah realitasnya seperti itu?


Tak Sesuai Realita


Data ini tentu saja sangat bertolak belakang dengan realitas yang ada. Bagaimana tidak, pengeluaran 20 ribu per hari telah dikategorikan kaya. Sedangkan kita tahu, bahwa kebutuhan pokok harganya melambung tinggi, PHK massal di mana-mana, dan susahnya mengakses lapangan pekerjaan. Apalagi mengharapkan gaji yang layak. 


Saat ini pun masih banyak masyarakat yang mati kelaparan. Sebagian rakyat hidup di jalanan tanpa rumah yang layak. Semua mata melihat bagaimana kehidupan rakyat berjalan. Realitasnya, mata memandang banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.


Hal ini menunjukkan adanya rekayasa statistik. Statistik yang dilakukan hanya untuk menampakkan kemajuan semu. Sebatas angka statistik yang realitasnya hanya sekadar angka tetapi tidak berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. Ini telah menjadi keniscayaan dalam sistem kapitalisme. 


Sistem kapitalisme lebih peduli pada citra ekonomi ketimbang realitas penderitaan rakyat. Sistem ini pun yang telah menciptakan kemiskinan di negeri ini. Akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis, kekayaan negeri ini menumpuk pada segelintir para elite. Telah menjadi rahasia umum penguasaan kekayaan hanya dimiliki oleh segelintir orang. Mereka menguasai dan memprivatisasi sumber daya alam. Akibatnya uang hanya beredar diantara para pemilik modal. 


Sementara masyarakat biasa, untuk mendapatkan pelayanan harus mengeluarkan biaya yang besar. Pada akhirnya akses untuk memperoleh pelayanan menjadi perkara yang sulit untuk didapatkan. Sebab semua pelayanan publik hanya dapat diakses oleh mereka yang memiliki modal. Pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, dan hajat publik lainnya menjadi tidak bisa mereka akses lantaran harganya yang mahal. Sudah tentu mereka tidak mampu menjangkaunya. 


Maka di sini munculah kesenjangan yang sangat menganga antara orang kaya dan orang miskin. Demikian tabiat ekonomi kapitalis yang meniscayakan adanya jurang pemisah. Inilah sesungguhnya yang menjadi pangkal kemiskinan di negeri ini yang sulit diatasi. Sebab ada tata kelola ekonomi yang salah. 


Masyarakat dibiarkan mengurus dan mencari pekerjaan sendiri tetapi negara tak menyiapkan lapangan pekerjaan. Justru negara malah membuka keran selebar-lebarnya kepada para pengusaha untuk memberikan izin usaha dengan mudah. Sebaliknya masyarakat sulit mendapatkan pekerjaan. Belum lagi gempuran pekerja asing masuk secara masif di tengah masyarakat dalam negeri yang kesusahan mendapatkan pekerjaan. Masyarakat tidak bekerja, bukan karena malas melainkan sengaja diciptakan secara tersistem. Hal ini terbukti dengan tidak disiapkannya lapangan pekerjaan oleh negara. 


Seharusnya negara dapat melepaskan diri dari kemiskinan. Sejatinya negeri ini tidak kekurangan sumber daya alam. Sumber daya alam yang ada di negeri ini melimpah dan sangat cukup untuk menghidupi rakyatnya, hanya jika negara mau mencampakkan sistem ekonomi kapitalis dan mengambil ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam telah terbukti dimasa lalu ketika diterapkan mendatangkan kesejahteraan yang luar biasa.


Islam mewujudkan Kesejahteraan Hakiki


Sesungguhnya tak ada lagi harapan kecuali pada Islam. Aturannya dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang sudah pasti akan mendatangkan kemaslahatan apabila diterapkan. Islam bukan hanya sekadar agama ritual. Ia merupakan sistem komprehensif dalam mengatur kehidupan manusia termasuk pengaturan ekonomi.


Prinsip dasar ekonomi Islam pada dasarnya lebih mengedepankan distribusi dan pemerataan yang adil di tengah-tengah masyarakat bukan pertumbuhan sebagaimana konsep ekonomi kapitalis.


Konsep tersebut tertuang dalam pengaturan kepemilikan. Di mana gambaran ini, Islam telah mengatur kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Pertama kepemilikan individu; Islam tidak melarang individu untuk menjadi kaya. Hanya saja membatasi pada hal-hal yang diperbolehkan oleh individu untuk menguasai sesuatu. Dalam Islam tidak diperbolehkan menguasai kepemilikan umum dan negara. Sehingga dalam hal ini tidak ada pihak individu menguasai pulau atau sumber daya alam sebagaimana hari ini terjadi.


Kedua, kepemilikan umum; barang-barang seperti gas alam, minyak bumi dan sumber energi lainya seperti tambang yang jumlahnya melimpah maka dia masuk kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu. Dalam hal ini sumber daya alam tersebut akan dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umat. Sehingga masyarakat akan bisa mengakses layanan dari negara tanpa biaya yang menekan. Seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan fasilitas publik lainnya semisal kebutuhan harga bahan bakar minyak dengan harga murah.


Ketiga, kepemilikan negara; melalui lembaga Baitul Mal, semua pemasukan negara akan dimasukan dalam lembaga ini. Harta pemasukan negara semisal ghanimah, fai, kharaj, khumus, harta orang murtad, harta anak yatim dan pengelolaan zakat, masuk dalam kas negara. Sehingga dari sini negara bertanggung jawab penuh atas kebutuhan dasar rakyat seperti, kebutuhan pangan, papan, dan sandang. Termasuk menyediakan seluruh fasilitas yang dibutuhkan oleh publik baik penyediaan lapangan pekerjaan dan lembaga pelatihan untuk meningkatkan skill umat. 


Sehingga tidak ada rakyat mati kelaparan atau hidup melarat karena miskin lantaran tidak mendapatkan pekerjaan. Rasulullah saw. bersabda, "Imam (Khalifah) adalah pengurus dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya." (HR Bukhari dan Muslim)


Inilah amanah yang diberikan Sang Khalik kepada Khalifah yang akan mengadopsi dan memberlakukan aturan serta hukum-hukum dari penciptaan, sehingga insya Allah akan terwujud kesejahteraan yang hakiki. Wallahu alam bissawaab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan