Kemiskinan Permainan Standar ala Kapitalisme, Islam Wujudkan Kesejahteraan



OPINI

Islam datang bukan hanya sebagai agama spiritual saja, akan tetapi sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh. Ia memberikan standar yang adil, menolak eksploitasi, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, tanpa memandang ras, status, atau wilayah. 

Oleh Sumiyati 

Pemerhati Umat 


Muslimahkaffahmedia.eu.org_Dalam kemajuan ekonomi global, ketidaksetaraan kekayaan justru makin tinggi. Hal ini mengacu pada laporan Oxfam tahun 2024, bahwasanya 1% orang terkaya di dunia, menguasai hampir setengah dari seluruh kekayaan global. Sementara itu, lebih dari 700 juta orang masih hidup dalam kemiskinan ekstrem, dengan penghasilan di bawah $2,15 per hari (TheWashingtonPost.com, 26-07-2025) 


Indonesia pun tidak lepas dari fenomena ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penduduk miskin periode Maret 2024 mencapai 25,8 juta jiwa atau sekitar 9,5% dari total populasi. (theprakarsa.org, Maret 2024). Ironisnya, angka ini hadir bersamaan dengan laporan meningkatnya jumlah orang kaya baru (OKB), serta meningkatnya konsumsi barang-barang mewah. Hal ini terlihat jelas di dunia maya maupun di dunia nyata.


Kapitalisme dan Standar Ganda Permainannya


Kapitalisme, sebagai sistem ekonomi global yang dominan, menjanjikan pertumbuhan dan kebebasan pasar. Tapi dalam aplikasinya, kapitalisme ini kerap menciptakan "permainan standar" yang menguntungkan para elite ekonomi dan merugikan mayoritas rakyat.


Bahayanya kapitalisme


Beberapa ciri ketimpangan yang lahir dari kapitalisme:

Pertama, monopoli dan oligopoli. Perusahaan besar menguasai sektor-sektor vital (makanan, energi, teknologi, dll) sehingga usaha kecil sulit berkembang. Hal ini terlihat dengan jelas dalam pandangan kita. Pengusaha kecil dipaksa secara pelan-pelan untuk meninggalkan usaha mereka.


Kedua, utang sebagai instrumen dominasi. Negara-negara berkembang terus dibebani utang luar negeri, yang justru memperdalam ketergantungan dan memperkecil ruang fiskal untuk kesejahteraan rakyat. Inilah fakta yang ada saat ini. Negara banyak utang, tapi tak membawa kesejahteraan bagi rakyatnya, yang ada justru menambah beban kepada rakyat.


Ketiga, standar pembangunan berbasis GDP (Gross Domestic Product). Ukuran keberhasilan ekonomi hanya dilihat dari pertumbuhan angka, bukan distribusi yang adil. Keadilan dalam dunia kapitalisme tidak bisa diharapkan.


Keempat, individualisme dan privatisasi. Aset-aset publik dijadikan barang dagangan. Pendidikan, kesehatan, dan air bersih menjadi hak istimewa, bukan hak dasar. Kapitalisme benar-benar sistem yang tidak adil untuk dijadikan aturan kehidupan. 


Dalam sistem ini (kapitalisme), kemiskinan bukan sekadar "efek samping" ekonomi, melainkan hasil dari struktur yang memang memungkinkan terjadinya eksploitasi dan ketimpangan. Faktor utama dari problem ini adalah karena sistem kapitalis dijadikan landasan dalam kehidupan, hal ini terlihat dari adanya ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Bagi si miskin, mencari sesuap nasi saja sangat sulit didapatkan.


Seharusnya negara berkewajiban memberikan kesejahteraan untuk rakyatnya. Tapi faktanya negara justru abai akan tugas dan tanggung jawabnya. Kemiskinan ini berefek pada kebutuhan lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. 


Sistem Ekonomi Berbasis Keadilan dan Kepemilikan Umum


Islam menawarkan solusi komprehensif terhadap kemiskinan, tidak hanya dari aspek spiritual, tapi juga struktural. Sistem ekonomi Islam dibangun atas tiga prinsip:

Pertama, kepemilikan dalam Islam. Kepemilikan individu dibolehkan, tapi tidak absolut. Ia dibatasi oleh hukum syariat agar tidak menzalimi pihak lain. Kepemilikan umum (seperti sumber daya alam, energi, air) haram untuk diprivatisasi. Negara wajib mengelola secara mandiri dan hasilnya untuk kepentingan rakyat. Dalam hal ini sistem kapitalisme mengabaikannya.


Kedua, distribusi kekayaan, bukan sekadar produksi. Islam tidak hanya fokus pada peningkatan penghasilan, akan tetapi memastikan distribusi kekayaan yang adil. Zakat, infak, sedekah, serta larangan riba dan penimbunan (ihtikar), adalah mekanisme riil untuk mencegah akumulasi kekayaan dimiliki oleh segelintir tangan.


Ketiga, negara sebagai penjamin kesejahteraan. Negara dalam aturan Islam (khilafah atau kepemimpinan Islam) wajib menjamin segala kebutuhan dasar setiap individu, mulai dari: pangan, papan, sandang, pendidikan, dan kesehatan secara langsung, menyeluruh dan gratis. Ini bukan sekadar janji, tapi kewajiban syar’i yang wajib dilaksanakan oleh seorang pemimpin.


Membangun Ulang Standar Menuju Kesejahteraan Hakiki


Kemiskinan yang terjadi hari ini, bukan karena bumi tidak mencukupi, tapi karena kapitalisme menciptakan distribusi yang tidak adil. Selama standar permainan tetap berbasis pada kebebasan tanpa tanggung jawab sosial, maka kesenjangan akan terus terjadi.


Islam datang bukan hanya sebagai agama spiritual saja, akan tetapi sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh. Ia memberikan standar yang adil, menolak eksploitasi, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, tanpa memandang ras, status, atau wilayah. Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam.


Islam hadir dengan keadilan penuh yang merupakan pilar dalam aktivitas ekonomi. Ajaran Islam, tidak membolehkan harta beredar pada segelintir orang kaya saja. Dalam arti, Islam harus memastikan sirkulasi kekayaan harus merata dan adil. Allah Swt. berfirman, "Agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian." (QS. Al-Hasyr [59]: 7)


Sudah seharusnya umat meninggalkan kapitalisme yang menyengsarakan dan menggantinya dengan sistem Islam. Sistem yang menjaga dan pasti melindungi umatnya. Firman Allah Swt., "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. Al-A’raf [7]: 96). Kini saatnya kembali kepada aturan Allah yang sesungguhnya.


Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan