Sound Horeg, Tradisi Rusak dan Merusak


OPINI

Penggunaan sound horeg pun seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan. Getaran suara yang ditimbulkan mampu merontokkan genteng rumah dan jendela.

Oleh Tinah Asri 

Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi 


Muslimahkaffahmedia.eu.org_Polemik, huru hara, dan pro kontra terkait sound horeg sampai hari ini masih terus terjadi. Sebagian masyarakat dan ulama mendukung fatwa MUI Jawa Timur yang telah mengharamkan penggunaan sound horeg dalam berbagai acara. Namun, di sisi lain ada tokoh masyarakat termasuk para gus dan kiai yang justru menyalahkan dan menentang fatwa tersebut. Salah satu alasanya karena sound horeg dianggap sebagai tradisi yang bisa menyatukan masyarakat.


Sebagaimana yang diberitakan oleh news.detik.com (27-07-2025), Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur secara resmi telah mengeluarkan fatwa haramnya sound horeg Keputusan tersebut tertuang dalam Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg. MUI juga meminta kepada pihak penyedia jasa, event organizer serta pihak-pihak yang terlibat untuk menghormati hak orang lain, ketertiban umum, serta norma agama.


Apa itu Sound Horeg?


Dalam bahasa jawa 'horeg' artinya gempa atau bergetar sehingga istilah sound horeg ditujukan kepada penggunaan audio atau sound sistem yang dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan suara keras dan menggetarkan. Biasanya sound horeg diangkut dengan truk besar atau gerobak.


Dahulu, sound rakitan dengan daya suara tinggi hanya digunakan pada acara karnaval dan pengajian sholawatan. Namun, kini penggunaan sound horeg telah menjadi budaya yang makin populer di tengah-tengah masyarakat, khususnya wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dentuman suara bas yang keras dengan lagu-lagu remix (lagu yang sudah dipadu ulang), dangdut koplo, mampu mengundang ribuan orang untuk hadir dalam kemeriahan pesta. 


Menanggapi hal ini, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni'am menjelaskan bahwa fatwa yang dikeluarkan MUI Jawa Timur itu tidak langsung muncul begitu saja. Sebelumnya telah ada pertemuan dan perbincangan antara MUI dengan berbagai pihak, termasuk para pelaku usaha dan ahli kesehatan. Menurut hasil penelaahan dari ahli kesehatan didapatkan bahwa suara dari sound dengan kapasitas tinggi berpotensi mengganggu kesehatan, sebab melebihi ambang batas kemampuan pendengaran manusia.


Bukan hanya kesehatan, pagelaran sound horeg juga berpotensi merusak tatanan kehidupan, baik ekonomi, akhlak, dan lingkungan. Bagaimana tidak, tak sedikit laki-laki, para suami, yang rela udunan (mengumpulkan uang bersama) ratusan ribu sampai jutaan rupiah hanya untuk menyewa sound horeg, padahal belum tentu anak dan istrinya sudah terpenuhi semua kebutuhannya. 


Mendengarkan musik diiringi dengan tarian perempuan-perempuan cantik, apalagi dengan aurat yang terbuka, mau tidak mau akan membawa seseorang untuk berbuat maksiat. Bisa dibayangkan hancurnya nasib negeri ini jika semua itu menjadi kebiasaan anak-anak muda.


Penggunaan sound horeg pun seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan. Getaran suara yang ditimbulkan mampu merontokkan genteng rumah dan jendela. Saat kendaraan yang membawa sound lewat, pager rumah warga dirusak, jembatan dan lampu-lampu jalan sengaja dirobohkan jika dianggap menghalangi jalan.


Lahir dari Sistem Kapitalis Sekuler 


Jika kita mau meneliti lebih dalam, budaya sound horeg ini sebenarnya lahir dari sistem kapitalis sekuler yang diterapkan di negeri ini. Para pelaku usaha sengaja memanfaatkan kecenderungan masyarakat yang gemar musik untuk mencari keuntungan pribadi. Persaingan antar mereka pun terjadi, maka tak heran jika mereka berlomba-lomba meningkatkan kapasitas suara sound, yang paling keras dia yang menang. Ini menunjukkan bahwa dalam sistem kapitalis prioritas hidup manusia hanyalah mencari uang, terpenuhinya kesenangan hidup, tanpa peduli halal dan haram. Demi mencari keuntungan mereka lupa ada orang lain yang dirugikan bahkan anak-anak pun menjadi korban.


Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah nyata-nyata menghancurkan pondasi keimanan masyarakat. Mereka tidak lagi takut untuk berbuat maksiat, menganggap azab Allah hanyalah dongeng, yang diceritakan oleh guru-guru ngajinya waktu kecil. Setelah dewasa mereka lupa jika Allah senantiasa mengetahui tingkah lakunya, bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban setiap apa yang manusia perbuat. Perbuatan baik sekecil apapun pasti mendapatkan pahala, juga sebaliknya perbuatan dosa akan ada balasannya. 

"Maka barangsiapa mengerjakan kebajikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan, barang siapa mengerjakan kejahatan sebesar zarah, niscaya dia akan melihat balasannya." (QS. al-Zalzalah (99): 7-8)


Budaya dalam Pandangan Islam 


Islam diturunkan Allah Swt. sebagai aturan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tak terkecuali aturan dalam aspek sosial dan budaya. Islam tidak antibudaya, Sebaliknya, Islam menghargai adat, budaya, dan kebiasaan hidup masyarakat. Namun, Islam mempunyai aturan yang jelas terkait kebudayaan, jika bertentangan dengan syariat apalagi mengundang murka Allah, maka Islam tidak akan mengambilnya. 


Berkaitan dengan penggunaan sound horeg yang sudah terbukti banyak menimbulkan kemudaratan, maka Islam akan melarang kegiatan tersebut. Penggunaan sound horeg tidak hanya mengganggu ketertiban umum, kesehatan, juga merusak akhlak dan tatanan kehidupan rumah tangga. Sayangnya, pemerintah seolah menutup mata, tidak peduli meski sound horeg adalah budaya maksiat, jika dibiarkan berpotensi mengundang murka Allah. Seharusnya pemerintah bertanggung jawab atas terwujudnya ketertiban umum dan keamanan rakyat. Pemerintah juga yang harus bertanggung jawab terhadap pemeliharaan akidah umat.


Wahai kaum muslimin! Saatnya kita berpikir, jangan sampai anak dan cucu kita rusak oleh budaya-budaya yang sengaja dimunculkan oleh kafir penjajah. Ingat, anak-anak adalah tonggak emas menuju perubahan besar. Mereka adalah harapan umat untuk meraih peradaban yang gemilang. Sadarlah, bahwa kita butuh pemerintahan yang menerapkan hukum-hukum Islam. Hanya negara yang menerapkan hukum Islam (Khilafah) yang mampu melindungi generasi dari paparan budaya kafir rusak dan merusak. Seperti sabda Rasullullah saw. dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal

"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka."


Hadis rasul ini menjelaskan, jika seorang muslim yang mengikuti kebiasaan orang-orang kafir maka dia termasuk golongannya. Pastilah azab menantinya kelak di hadapan Allah Swt. Nauzubillahi min dzalika.


Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan