Gen Z: Energi Muda, Motor Kebangkitan Umat

 


Gen Z punya energi, kreativitas, dan adaptasi hebat untuk jadi motor perubahan.

OPINI

Oleh Rati Suharjo

Pegiat Literasi


Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI_“Berilah aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncangkan dunia.”


Pernyataan Bung Karno puluhan tahun lalu terasa semakin relevan pada era digital hari ini. Gen Z, lahir antara tahun 1997–2013 dan kini berusia sekitar 13–28 tahun, tumbuh di lingkungan sosial yang berbeda dari generasi terdahulu. Mereka lahir di tengah arus teknologi, terbiasa berinteraksi melalui gawai, serta hidup dalam keterhubungan global yang membentuk cara berpikir, bersikap, dan mengambil keputusan secara unik.


Psikolog Anak dan Remaja, Anastasia Satriyo, M.Psi., menegaskan bahwa Gen Z memiliki mekanisme respons otak yang lebih adaptif dibandingkan generasi Boomer, Gen X, maupun Milenial. Berbeda dari generasi sebelumnya yang cenderung menghindar dari tekanan, Gen Z lebih memilih menghadapi tantangan secara langsung. (Kompas.com, 5/9/2025)


Namun, potensi luar biasa ini ibarat pedang bermata dua. Tanpa arahan nilai dan ideologi yang benar, kemampuan tersebut bisa berubah menjadi bumerang yang mengarah pada perilaku merusak.


Menurut ILO (2024), tingkat pengangguran pemuda dunia mencapai 13,6%. Sementara itu, BPS (2025) mencatat pengangguran terbuka di kalangan anak muda Indonesia sekitar 18–20%. Mahalnya biaya pendidikan, sedikitnya peluang kerja, dan banyaknya PHK menimbulkan kecemasan, stres, dan keputusasaan di kalangan Gen Z.


Akibat tekanan ini, sebagian anak muda mencari pelarian melalui narkoba, pergaulan bebas, atau praktik aborsi. Fenomena ini diperparah oleh derasnya arus budaya liberal yang diagungkan oleh demokrasi kapitalisme, yang menempatkan kebebasan tanpa batas sebagai nilai tertinggi. Media sosial, musik, film, dan hiburan menjadi sarana masuknya budaya Barat yang menjauhkan anak muda dari nilai agama. 


Masalah utama yang dihadapi generasi muda saat ini berakar dari sekularisme—paham yang memisahkan agama dari kehidupan publik. Demokrasi menempatkan suara manusia seolah setara dengan suara Tuhan, menghasilkan aturan hidup yang relatif, berubah-ubah, dan sering kali bertentangan dengan nilai moral.


Islam menolak paradigma ini. Allah Swt. menegaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 208:

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (kafah).”

Islam bukan sekadar agama ritual, tapi pedoman hidup yang mengatur semua aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan keamanan. Sejarah mencatat bahwa ketika Islam diterapkan secara kafah dalam institusi negara, lahirlah generasi emas yang berperadaban tinggi.


Generasi Islam masa lalu adalah generasi yang cerdas, visioner, dan tangguh. Salah satu teladannya adalah Muhammad Al-Fatih, penakluk Konstantinopel. Ia menaklukkan kota strategis itu di usia 21 tahun, berkat pembinaan karakter Islami sejak kecil, visi peradaban yang jelas, dan sistem pendidikan berbasis Islam.


Inilah bukti nyata bahwa kejayaan Islam bukanlah mimpi utopis, melainkan fakta sejarah. Jika generasi terdahulu mampu memimpin dunia dengan Islam, maka generasi hari ini pun dapat melakukannya kembali.


Gen Z punya energi, kreativitas, dan adaptasi hebat untuk jadi motor perubahan. Namun, perubahan yang tidak dibingkai dengan nilai Islam akan kehilangan arah dan mudah dimanfaatkan kepentingan ideologi asing.


Untuk itu, langkah strategis yang perlu diambil adalah:


1. Membangun kesadaran ideologis: Menanamkan pemahaman bahwa Islam adalah solusi komprehensif, bukan sekadar ajaran ritual.


2. Menerapkan syariat Islam secara kafah: Mengembalikan peran Islam sebagai pedoman hidup, termasuk dalam ranah politik, ekonomi, dan hukum.


3. Mengokohkan kepemimpinan Islam global: Mengembalikan institusi yang mampu melindungi umat dan menciptakan keadilan sejati.


4. Membina karakter Islami sejak dini: Melahirkan generasi muda yang memiliki pemikiran cemerlang, spiritualitas tinggi, dan daya juang tangguh.


Tantangan global hari ini menuntut Gen Z untuk lebih dari sekadar menjadi konsumen teknologi; mereka harus menjadi penggerak peradaban. Kebangkitan Islam bukanlah mimpi, melainkan keniscayaan sejarah. Dengan kesadaran kolektif dan penerapan syariat Islam secara kafah, Gen Z dapat menjadi lokomotif yang mengantarkan umat menuju kejayaan.


Wallahu a’lam bish-shawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan