Kekerasan Terhadap Ibu dan Meroketnya Generasi Kelabu
Pencegahan terhadap tindak kekerasan membutuhkan pendekatan yang jauh lebih komprehensif dan menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya.
OPINI
Oleh Nia Rahmat
Ibu dan Pegiat Literasi
Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI_Keluarga adalah tempat berkumpul ayah, ibu, dan anak dalam ikatan iman, darah dan cinta kasih. Ayah, ibu mencurahkan segala yang bisa dilakukannya demi anak-anak mereka. Anak-anak merasa nyaman dan terlindungi berada di tengah-tengah ayah dan ibu.
Namun kini, pada banyak keluarga rasa nyaman dan terlindungi itu sirna, berganti dengan rasa takut, terancam dan perlakuan kekerasan yang tak jarang berujung pada kematian.
Kasus terbaru yang mengejutkan publik adalah pelaporan NAT (19) atas tindakan kekerasan oleh Ustadz Evie Effendi kepada dirinya, yang mana ia adalah anak kandung pelaku. Laporan itu dilayangkan ke Polrestabes Bandung. (detikjabar, 28 Agustus 2025)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Chairi Fauzi, mengungkapkan, sepanjang Januari-Juni 2025, tercatat sebanyak 13.845 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. Mayoritas kasus tersebut berupa kekerasan seksual. (detikjateng, 30 Juni 2025)
Mirisnya dari kasus yang terjadi, kasus kekerasan seksual paling dominan. Pelaku kerap kali orang tua atau anggota keluarga dekat. Contohnya, ada kasus anak SD hamil 6 bulan akibat tindakan ayah sendiri. Bahkan ada kasus penyiksaan anak oleh ke dua orang tuanya di Ciputat Timur, Tangerang Selatan yang berujung kematian M. Ali (4). Kasus ini menunjukkan Indonesia berstatus darurat KDRT, khususnya terhadap anak.
Pada tahun 2024 di Indonesia, data dari Komnas Perempuan dilaporkan, naik 14,7% dari tahun sebelumnya. Jenis kekerasan yang paling banyak dilaporkan adalah kekerasan seksual, kekerasan psikis, dan kekerasan fisik.
Ketika mengamati fakta-fakta yang terjadi, ternyata ada faktor internal dan eksternal terkait tindak kekerasan ini. Adapun faktor internal adalah ketidaktahuan pasangan suami istri terhadap tujuan, hakikat, dan ilmu dalam membangun keluarga. Sedangkan faktor eksternal adalah perilaku menyimpang dari norma agama (perselingkuhan, perjudian, konsumsi minuman keras, tekanan ekonomi yang memicu konflik berkepanjangan).
UU no 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT telah diberlakukan sebagai payung hukum untuk menindak pelaku dan melindungi korban, namun laju kasus KDRT belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Undang-undang tersebut lebih banyak berfungsi sebagai instrumen penindakan kekerasan yang terjadi. Bukan sebagai pencegahan yang efektif agar tindakan kekerasan tidak berulang.
Memang tidak salah apa yang dinyatakan oleh ibu Menteri P3A bahwa ada 4 faktor utama penyebab meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, yaitu faktor ekonomi, pola asuh, dampak negatif gadget dan faktor lingkungan. (VIVABali, 6 Agustus 2025). Namun, selama hal itu tidak disadari bahwa ini semua bermuara dan terkait pada sistem saat ini, maka penyelesaian yang diambil pun akan tambal sulam. Tidak akan ditemukan solusi tuntas. Jadi wajar sebenarnya jika tingkat tindak KDRT cenderung terus naik.
Perlu diketahui, bahwa pencegahan terhadap tindak kekerasan membutuhkan pendekatan yang jauh lebih komprehensif dan menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya. Bukan sekadar mengobati gejalanya.
Jika kita cermati, sesungguhnya akar masalah KDRT terletak pada bercokolnya sekularis-kapitalisme di negeri kita.
Sistem ini memisahkan urusan agama dari kehidupan. Hal ini akan membentuk pribadi dengan keimanan yang lemah dan berakibat minimnya pemahaman agama, orientasi hidup materialistik, dan dapat menggerus nilai-nilai moral.
Kondisi ini melahirkan generasi dengan mental rapuh, diperparah dengan beratnya tekanan sosial dan ekonomi, berupa tingginya biaya hidup, kerasnya persaingan kerja, penghasilan yang tidak stabil. Ini semua mengakibatkan terkikisnya tingkat ketakwaan individu dan masyarakat.
Masalah rumah tangga yang seharusnya bisa diatasi dengan komunikasi, kesabaran, dan sikap saling menghormati, justru berubah menjadi pertikaian yang mengarah pada kekerasan.
Apalagi belum ada political will serius dari penguasa negeri ini. Mereka cenderung mengabaikan permasalahan KDRT ini dan tidak memperlihatkan tanggung jawab nyata sebagai pelindung rakyat.
Bagaimana mungkin seorang perempuan bisa menjaga diri jika dia harus bekerja sampai waktu tengah malam karena tuntutan pekerjaan, sementara perlindungan keamanan terhadap warga negara begitu lemah? Bagaimana mungkin seorang anak bisa melindungi dirinya, jika ayah dalam kondisi membutuhkan pemenuhan gejolak hasrat maskulinitasnya, sementara istri tidak berada di sisinya karena tuntutan pekerjaan, dan yang ia dapati anak perempuannya yang masih belia. Sementara konten seksual berseliweran liar di beranda medsosnya. Minimnya pemberantasan situs-situs porno oleh penguasa menjadikan siapa pun bisa mengaksesnya dengan mudah.
Inilah alasan mengapa penyelesaian masalah KDRT harus dimulai dari perubahan sistem.
Mekanisme Islam dalam Mencegah dan Menyelesaikan Tindak Kekerasan pada Perempuan dan Anak
Sistem Islamlah satu-satunya yang bisa membentuk cara pandang dan perilaku masyarakat agar nilai iman dan takwa serta akhlak mulia mengakar pada kehidupan.
Penerapan syariat Islam secara kafah adalah kunci terwujudnya keluarga yang menjadi surga bagi seluruh anggota keluarga, yakni tempat yang paling aman, nyaman, dan menenteramkan.
Dalam sistem Islam negara memiliki mekanisme unik untuk mencegah dan menangani tindak kekerasan pada perempuan dan anak ;
1. Negara akan membina warga negara agar menjadi muslim yang bertakwa dan memahami syariat Islam. Selain itu, negara menetapkan aturan pergaulan Islam untuk mencegah segala interaksi yang dapat memicu keretakan rumah tangga, di samping menciptakan lingkungan sosial yang kondusif bagi masyarakat. Hal ini dibantu dengan adanya kontrol masyarakat yang dapat menjadi 'pagar penghalang' dari perbuatan-perbuatan maksiat. Negara juga akan memblokir media sosial agar tidak ada konten negatif dan situs pornografi berseliweran bebas.
2. Negara Khilafah menjamin kesejahteraan keluarga melalui pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, penyediaan lapangan pekerjaan yang layak, pengelolaan ekonomi yang adil. Negara juga akan menyantuni keluarga miskin, terutama keluarga yang tidak memiliki pencari nafkah, ditambah adanya jaminan pendidikan dan kesehatan. Dengan begitu para orang tua tidak memiliki beban berat yang berpotensi melakukan tindak KDRT terhadap istri ataupun anak. Selain itu, sumber pendapatan negara didapat dari SDA strategis milik umum, di mana pengelolaannya diurus oleh negara untuk didistribusikan kepada seluruh rakyat.
3. Negara Khilafah menegakkan sistem sanksi yang tegas dan adil sesuai ketentuan hukum hudud, qishash, atau ta'zir. Penegakkan sanksi ini untuk menghukum, memberikan efek jera dan melindungi masyarakat.
Demikianlah sistem Islam memiliki mekanisme istimewa untuk mencegah dan mengatasi tindak kekerasan pada perempuan dan anak. Dengan demikian akan tercipta keluarga sakinah, mawaddah yang penuh rahmah.
Wallahualam bissawab.

Komentar
Posting Komentar