Keracunan MBG Berulang, Janji Populis yang Dipaksakan
Jika kasus keracunan MBG tidak segera ditindaklanjuti dan dievaluasi, dipastikan setiap hari akan selalu ada kejadian serupa
OPINI
Oleh Eva Rahma
Pegiat Literasi
Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI_Beberapa pekan terakhir publik disuguhkan rentetan kasus keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dilansir Tirto.id, Rabu (27-8-2025), 135 siswa dan 2 guru di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami keracunan usai menyantap Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Pada hari yang sama, kejadian serupa terjadi di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu. Ada 456 siswa mengalami keracunan usai menyantap MBG. (Kompas.com, 30-8-2025)
Keracunan massal juga terjadi di daerah lainnya. Semisal di Kabupaten Lampung Timur, ada 20 santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Islah yang mengalami keracunan MBG. Demikian pula di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, sekitar 365 pelajar dan juga guru menjadi korban keracunan MBG. (CNN Indonesia, 13-8-2025)
Fakta di atas menunjukkan ada kegagalan sistemik yang terus berulang. Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi kembali sejauh mana program MBG ini dalam persiapan, kendala, dan pelaksanaannya.
Rakyat Menjadi Korban Penguasa Populis
Program MBG pada dasarnya diluncurkan sebagai bagian dari janji politik penguasa. Salah satunya mengatasi masalah gizi buruk dan stunting terhadap anak-anak dan ibu hamil. Namun sayang, niat baik pemerintah tidak diiringi dengan kesiapan teknis dan sistem pengawasan. Misalnya, hasil uji laboratorium di Sragen menunjukkan bahwa, sanitasi dan kebersihan lingkungan pengolahan makanan menjadi faktor utama penyebab keracunan. Bahkan, Kepala BGN pun menyatakan keprihatinan mendalam dan menginstruksikan penghentian sementara pelaksanaan Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG).
Jika kasus keracunan MBG tidak segera ditindaklanjuti dan dievaluasi, dipastikan setiap hari akan selalu ada kejadian serupa. Ketika makanan yang seharusnya menjadi sumber kesehatan justru berbalik menjadi sumber penyakit, bahkan mengancam nyawa anak-anak.
Lebih dari itu, program MBG terbukti tidak menyentuh akar persoalan gizi buruk. Distribusi makanan bergizi gratis tanpa dibarengi dengan edukasi gizi, perbaikan sanitasi, dan pemenuhan kebutuhan pokok lainnya hanyalah solusi tambal sulam yang bersifat sementara dan tidak mampu menyelesaikan persoalan secara menyeluruh.
Akar Permasalahan Stunting
Penyebab utama stunting bukan semata kekurangan gizi pada anak dan ibu hamil. Faktor utamanya adalah tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat. Para ayah tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarga karena tidak memiliki penghasilan. Hal inilah yang mengakibatkan anggota keluarga tidak terpenuhi nutrisi dan gizi.
Faktor lain diperparah oleh melambungnya harga bahan pokok, pelayanan kesehatan yang mahal, minimnya sosialisasi tentang gizi, dan buruknya periayahan negara terhadap rakyat.
Buah Penerapan Sistem Kapitalisme
Indonesia adalah negeri yang kaya dengan sumber daya alam. Negeri kepulauan dengan tanah yang subur dan melimpah hasil lautnya. Jika dikelola dengan baik, tanah dan laut merupakan sumber nutrisi dan gizi bagi rakyat.
Namun sungguh sayang, negeri ini yang melimpah SDA tidak mampu menyejahterakan kehidupan rakyat. Bahkan untuk sekedar makanan bergizi saja menjadi barang mewah dan sulit didapatkan. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola oleh negara malah diberikan kepada para oligarki dan pengusaha. Pemimpin populis seakan berpihak pada rakyat namun nyatanya hanya menjadi regulator bagi kaum kapitalis bahkan asing.
Mendambakan Penguasa sebagai Pelayan Rakyat
Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur urusan ibadah saja. Di dalam Islam kepemimpinan dan kepentingan rakyat pun diatur. Pemimpin dalam sistem Islam hadir sebagai pengurus dan memiliki tanggung jawab melindungi rakyatnya. Rasulullah ﷺ bersabda: “Imam (pemimpin) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR al-Bukhari dan Muslim)
Pemimpin dalam pandangan Islam sebagai pelayan bagi rakyat. Sebagaimana yang terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khatab yang mencerminkan pemimpin bertanggung jawab. Ketika beliau dalam perjalanan blusukan, mendapati salah satu rakyatnya kelaparan. Maka beliau segera bergegas mengambil sekarung gandum dan memberikannya langsung. Beliau memasak dan menyuapi anak-anak yang kelaparan sampai kenyang dan tertidur.
Begitulah pemimpin yang lahir dari sistem Islam. Pemimpin yang mendahulukan kepentingan rakyat diatas kepentingan pribadi. Pemimpin yang selalu memastikan bantuan sampai kepada yang membutuhkan.
Dalam pandangan Islam, negara (Khilafah) memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Periayahan negara secara langsung dengan cara negara menyediakan lapangan pekerjaan, memastikan tersedianya pangan dengan harga murah, mengatur distribusi kepada seluruh rakyat, termasuk memberikan tanah pertanian, bibit, dan modal bagi rakyat yang membutuhkan. Melalui mekanisme ini rakyat akan mandiri secara ekonomi.
Adapun periayahan negara secara tidak langsung adalah negara akan memastikan kondusi Baitul Mal atau kas keuangan negara memiliki pemasukan yang sehat. Salah satu pemasukan yang paling besar adalah dari pengelolaan SDA yang dikuasai negara.
Negara akan mengelola SDA berupa tambang, minyak, batubara, emas, hasil laut, hasil hutan dan sebagainya. Hasilnya masuk ke pos kepemilikan umum Baitul Mal. Dari pos kepemilikan umum ini, dimanfaatkan dan distribusikan untuk kepentingan rakyat , seperti jaminan kesehatan, pendidikan, keamanan dan kesejahteraan rakyat lainnya. Melalui mekanisme ini, rakyat tidak terbebani biaya karena semuanya disediakan negara secara gratis
Hanya dalam sistem Islam sajalah negara akan kembali menjalankan fungsinya sebagai rain atau penjaga. Dalam menyediakan kebutuhan pangan, negara akan memperhatikan masalah halal dan thayyib, lingkungan yang sehat, edukasi yang benar tentang pentingnya gizi dan pola hidup bersih.
Khatimah
Dengan sistem Islam, kasus-kasus keracunan massal akibat program populis tidak akan terjadi. Karena negara Islam tidak akan menjalankan kebijakan hanya demi pencitraan politik, tetapi benar-benar berorientasi pada kemaslahatan rakyat secara nyata.
Oleh karena itu, tragedi keracunan MBG harus menjadi pelajaran penting. Negara harus berhenti menjalankan program yang sekadar menyenangkan hati rakyat secara instan, tetapi melalaikan aspek keamanan dan keselamatan.
Sudah saatnya kita kembali pada sistem Islam yang benar-benar mampu menyejahterakan, yakni sistem Islam di bawah naungan Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kafah.
Wallahualam bissawab.

Komentar
Posting Komentar