Paradoks Ketangguhan Gaza dan Fenomena Duck Syndrome Dunia



 Fenomena duck syndrome tidak terlihat secara kasat mata. Namun, bisa menjadi bahaya laten bagi generasi muda.

OPINI

Oleh Nurhy Niha 

Pegiat Literasi 


Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI_"Rasa senang kadang menipu, rasa susah kadang mendidik, maka jangan cepat menilai hidup hanya dari rasa."


Sebuah nasihat yang disampaikan K.H. Maimoen Zubair, ulama yang lebih dikenal dengan sapaan mbah Moen. Nasihat ini relevan bagi generasi muda saat ini yang sering tertipu oleh rasa.


Dilansir Tempo.com, (02-09-2025), dalam 3 tahun genosida ini kehancuran bagunan mencapai lebih dari 90%, termasuk bangunan sekolah yang hancur hampir 100%. Data terbaru menunjukan lebih dari 660.000 anak-anak Gaza kehilangan hak pendidikan. Namun, mereka tetap bahagia dan antusias dalam menuntut ilmu walau hanya dalam kemah-kemah pengungsian dan suara ledakan setiap waktu. Mereka tetap teguh memperjuangkan cita-cita  dan mempertahankan tanah Gaza.


Kondisi Generasi di Gaza dengan Dunia Luar


Oktober ini genosida Gaza memasuki tahun ketiga. Kondisi perang yang tidak seimbang terus terjadi. Gempuran tiada henti di tengah segala keterbatasan. Israel melakukan segala cara untuk mengosongkan Gaza. Pengeboman di berbagai tempat strategis seperti: sekolah, rumah sakit, pasar, dan rumah warga sipil. Tidak cukup itu, Israel juga melakukan pelaparan sistematis dan mengendalikan aliran bantuan makanan. Akibatnya Gaza mengalami berbagai penyakit malnutrisi, pelaparan, hingga kematian.


Sementara kehidupan di luar Gaza, anak-anak muda terkena fenomena duck syndrome. Duck syndrome merupakan gambaran bebek yang tenang di permukaan namun kakinya bergerak tanpa henti. 


Awalnya fenomena ini ditemukan di salah satu kampus di Amerika yakni, Universitas Stanford. Fenomena ini kini menyebar bagaikan parasit ke beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia. Dunia kampus yang keras membuat mahasiswa berjuang memenuhi standar yang tinggi demi terlihat keren bagi diri sendiri dan lingkungan, Kompas.com, (22-08-2025).


Inilah kondisi kehidupan generasi muda di luar Gaza. Mereka dusibukkan mengejar nilai adakemik, aktif berorganisasi, konten di media sosial. Mereka memaksakan diri mengikuti segala kegiatan karena takut dianggap tertinggal dan tidak kompetitif.


Kapitalisme Melahirkan Generasi Rapuh Mental dan Fisik


Hidup dalam sistem kapitalis membuat generasi muda harus bertahan dalam berbagai tekanan dunia. Gaya hidup dengan standar kapitalisme membuat kita selalu berusaha perfeksionis dalam segala hal, dengan berbagai tuntutan duniawi berlandaskan materi ala sekularisme. Manusia biasa yang penuh keluh kesah dan kekurangan harus menjadi sosok ideal. 


Fenomena duck syndrome tidak terlihat secara kasat mata. Namun, bisa menjadi bahaya laten bagi generasi muda. Hidup dalam kepura-puraan mengabaikan rasa lelah, sakit dan kecewa. Mencitrakan diri dengan citra paling baik yang bisa ditampilkan. Membohongi diri seolah bisa hidup mandiri tanpa keluhan dan keterbukaan. Perasaan yang tidak diutarakan dan dipendam menjadi akumulasi buruk di kemudian hari.


Memaksakan sesuatu yang bukan kapasitasnya bisa penyebab stres. Hal ini sering kita temui, generasi yang seolah tampak bahagia di luar namun penuh tekanan di dalam. 


Hakikat Kehidupan dalam Pandangan Islam 


Sekularisme kapitalis telah melahirkan generasi yang lemah imannya. Mereka tidak memahami hakikat kehidupan, tidak menjadikan amal sebagai prioritas, tertipu gemerlap duniawi. Generasi saat ini menghabiskan waktu untuk kegiatan yang kurang bermanfaat, antipati terhadap politik sehingga tidak menyadari bahaya sistem kapitalisme sekuler yang telah menyebabkan krisis multidimesnsi.


Bagaikan langit dan bumi. Begitulah kondisi generasi di Gaza dengan di luar Gaza. Dunia luar sedang dihantui fenomena duck syndrome, sementara di Gaza generasi penjaga tanah para nabi sedang ditempa untuk menjadi calon-calon penghuni surga. 


Dalam keadaan darurat perang pembentukan generasi tetap dilakukan. Remaja, orang tua bahkan lansia bekerja sama berdialog, mentransfer ilmu, dan memberikan hak pendidikan pada anak-anak usia sekolah. Pendidikan yang bersumber dari Al-Qur’an ini mampu membentuk pola pikir dan pola sikap islami bagi para pejuang Al-Aqsa.


Selain memastikan tetap mendapatkan pendidikan, anak-anak di Gaza pun tetap melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim. Perang bukan hambatan untuk terus belajar. Banyak anak yang berhasil menyelesaikan jenjang pendidikan walau mereka kehilangan keluarga, syahid dalam serangan bom. 


Anak-anak Gaza dipahamkan bahwa tujuan kehidupan adalah untuk beribadah kepada Allah dan kelak mereka semua akan berkumpul di surga.


Semencekam apapun kondisi perang, mereka percaya Allah Swt. tidak akan pernah meninggalkan mereka. Tanah Palestina harus tetap dijaga dan dipertahankan apapun alasannya. Silaunya dunia tidak membuat mereka tertarik sedikitpun untuk pergi dari Palestina. Iman yang kokoh dan ketangguhan anak-anak tak perlu diragukan. Bahkan, banyak nonmuslim yang kagum dan tertarik pada Islam ketika melihat ketangguhan mereka.


Inspirasi Ketangguhan  Gaza bagi Dunia


Dari ketangguhan anak-anak Gaza kita bisa mengambil pelajaran. Landasan keimanan adalah kunci dari ketangguhan Gaza. Pendidikan islami yang tidak terputus walau dalam keadaan perang dan tetap menunaikan kewajiban tanpa alasan apapun. Kehilangan harta benda, keluarga, bahkan nyawa tak menggetarkan mereka untuk tetap berjuang. Ketangguhan Gaza adalah potret kesempurnaan Islam dalam pembinaan generasi muda.


Ketangguhan Gaza sangat menginspirasi dunia. Di tengah maraknya fenomena duck syndrome, kita bisa menyaksikan ketangguhan anak-anak Gaza. Sebagai muslim ada panggilan untuk mengakhiri penderitaan saudara muslim Gaza. Umat Islam harus bersatu dan dalam komando yang satu, yakni Khalifah. Khalifah-lah yang akan mengintruksikan tentara kaum muslimin untuk maju melawan zionis Israel bersama para sekutunya.


Membina Generasi demi Tegaknya Islam


Saat ini generasi harus dipahamkan dengan Islam. Hal yang bisa dilakukan dengan pembinaan intensif. Pembinaan yang mampu membangkitkan identitas hakiki seorang muslim. Melalui pembinaan ini, generasi tidak mudah terjerumus dalam topeng kapitalisme. Mereka akan bergerak dengan kekuatan iman dan tali persaudaraan Islam. Bergerak untuk membebaskan Palestina dari cengkeraman Zionis Israel.


Pembebasan Palestina ini mengembalikan senyum dan tawa anak-anak Gaza. Mereka akan hidup layak dan bahagia di bawah naungan syariat Islam. Untuk mewujudkan itu semua perlu perjuangan nyata untuk sama-sama menegakkan Khilafah Islamiyah.


Perjuangan ini tidak bisa dilakukan oleh perorangan dan kelompok saja. Namun, harus melibatkan setiap elemen masyarakat, baik keikutsertaan generasi muda dan mahasiswa.


Di bawah naungan Khilafah Islamiyah akan lahir generasi yang berlomba mewujudkan terealisasinya firman Allah dalam surat Ali-Imrat ayat 139:

"Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang yang beriman." (QS. Ali Imran [3]: 139) 


 Khatimah 


Generasi muda harus diarahkan agar menyadari bahwa politik dalam Islam adalah meriayah umat. Tidak seperti yang ada di benak mereka selama ini yakni yang berhubungan dengan perebutan kekuasaan. Krisis multidimensi yang terjadi bisa diselesaikan dengan syariat Islam termasuk membebaskan palestina dari jeratan zionisme.


Mereka harus mengetahui urgensi perubahan sistem yang dapat menjadi solusi masalah kehidupan. Seperti terkandung dalam surat al-Maidah ayat 50:

"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. al-Maidah [5]: 50) 



Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan