Krisis Moral Parah, di Balik Seragam Sekolah
OPINI
Islam memiliki pandangan yang khas dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas, sehingga melahirkan anak didik yang bertakwa.
Oleh Ummu Qianny
Muslimahkaffahmedia.eu.org-Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh perilaku tidak pantas dari kalangan pelajar. Baru-baru ini, publik dihebohkan oleh dua peristiwa berbeda, namun sama-sama menggambarkan pudarnya adab dan kedisiplinan di lingkungan sekolah.
Di Lebak, Banten, Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Fitri, diduga menampar seorang siswa bernama Indra, setelah ia kedapatan merokok di belakang sekolah. Kasus ini bahkan sempat berujung laporan ke polisi, sebelum akhirnya diselesaikan secara damai oleh kedua pihak. (Detik.com, 18/10/2025).
Tak lama berselang, publik dibuat geram oleh foto siswa SMA di Makassar berinisial AS yang merokok santai sambil mengangkat kaki di hadapan gurunya. (Suara.com, 18/10/2025)
Dua peristiwa ini menjadi cermin buramnya kondisi pendidikan saat ini. Sikap mereka sebagai siswa menjadi simbol krisis moral di kalangan pelajar, telah sampai pada titik mengkhawatirkan.
Wibawa Guru yang Runtuh
Kasus Cimarga dan Makassar menyingkap dilema besar di mana guru kini berdiri di antara tanggung jawab dan risiko hukum. Ketika guru menjalankan perannya menegur dengan tegas, ia bisa dilaporkan. Namun, jika dia diam, dia dianggap lalai.
Inilah situasi tragis di dunia pendidikan modern saat ini, amar makruf nahi munkar dianggap pelanggaran, sementara kesopanan dan rasa hormat dianggap kuno. Padahal guru adalah sosok figur yang harus dihormati, ketika mereka menegur sebagai bentuk perduli, bukan ancaman.
Kini, ruang abu-abu dalam penerapan disiplin telah menguras wibawa itu. Banyak guru yang memilih pasif, takut menegur, dan takut disalahkan. Sementara siswa makin berani melanggar, dengan dalih kebebasan hak individu.
Remaja yang Kehilangan Arah
Fenomena ini bukan kasus terpisah, tapi bagian dari tren global. Data WHO menunjukkan sekitar 15 juta remaja usia 13-15 tahun di dunia telah menjadi pengguna rokok elektrik atau vape. Bahkan, remaja memiliki kemungkinan sembilan kali lebih besar menggunakan vape dibanding orang dewasa. Selain itu, WHO mengatakan perlu regulasi yang ketat untuk melindungi generasi muda dari kecanduan nikotin. (radarsurabaya.jawapos.com, 08/10/2025)
Merokok yang dulu dianggap kebiasaan orang dewasa, kini menjadi simbol "keren" bagi remaja. Mereka mencari jati diri melalui asap nikotin. Hal ini membuktikan masalah besar yaitu krisis moral dan lemahnya kontrol sosial.
Negara pun terlihat abai. Rokok dan vape mudah dijangkau remaja, iklannya menghipnotis, sementara pengawasan longgar. Sekolah dan keluarga yang seharusnya menjadi benteng moral justru kehilangan arah, sibuk dengan administrasi dan ranking, bukan lagi pada pembinaan yang mewujudkan generasi insan bertaqwa.
Kekerasan Bukan Solusi, Tetapi Ketegasan Harus Ada
Menampar murid jelas tidak dibenarkan. Kekerasan fisik bukan jalan pendidikan. Namun, ketegasan harus tetap ada. Guru yang menegur murid karena terbukti melanggar aturan, seharusnya dilindungi, bukan dibully, bukan pula diancam dengan kurungan penjara.
Selain itu, guru perlu memahami latar belakang perilaku negatif siswanya, apakah kenakalan yang lahir dari rumah yang rapuh, lingkungan pertemanan yang buruk, atau memang sebenarnya sistem yang tidak berpihak pada pembinaan karakter.
Kegagalan Sistem Sekuler dan Jalan Kembali pada Islam
Akar persoalan terletak pada dijadikannya sekuler sebagai asas dalam berbagai aspek, termasuk pendidikan. Sistem ini berdampak pada pertama, krisis akhlak. Sistem pendidikan hanya menekankan prestasi akademik tetapi mengabaikan pembentukan karakter. Banyaknya perilaku negatif di kalangan siswa mulai dari merokok, pembullyan, hingga pembunuhan.
Kedua, ilmu terpisah dari Iman. Siswa diajarkan ilmu sains, matematika, dan literasi, tetapi tidak belajar bertanggung jawab di hadapan Allah. Akibatnya pengetahuan yang mereka miliki justru digunakan untuk merusak bukan untuk dikembangkan sehingga bermanfaat bagi agama dan masyarakat.
Ketiga, meniru Barat secara membabi buta. Kurikulum disesuaikan dengan model Barat tanpa dilihat bagaimana pandangan Islam dalam hal ini, contohnya pendidikan seksual diberikan secara bebas atau juga penekanan ke arah materialisme.
Keempat, guru tidak menjadi teladan. Guru hanya dipandang sebagai pengajar, bukan sebagai pendidik moral dan spiritual. Kelima, tujuan pendidikan hanya duniawi (tidak dikaitkan dengan pencipta). Sekularisme menekankan kesuksesan itu, hanya ada dalam bidang materi, pekerjaan, dan karir, bukan keberhasilan dunia dan akhirat.
Solusi Menurut Perspektif Islam
Islam agama yang sempurna. Maka, Islam memiliki pandangan yang khas dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas, sehingga melahirkan anak didik yang bertakwa. Di antaranya, pertama, integrasi pendidikan dengan syariat. Ilmu dunia tidak lebih banyak porsinya dibanding ilmu agama. Siswa belajar ilmu matematika, sains, dan literasi. Tetapi tetap pada akhirnya dikaitkan dengan agama.
Kedua, pendidikan Holistik. Guru sebagai tauladan, disertai dengan kurikulum yang makin mendekatkan diri pada Allah. Ketiga, dukungan negara. Karena menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu, sebagaimana hadis Rasulullah saw., "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah).
Maka, negara lah yang memiliki tanggung jawab sebagai penyedia sarana pendidikan yang lengkap. Pendidikan harus dijamin dan diawasi oleh pemerintah, yang berlandaskan syariat sehingga menghasilkan output yang selain cerdas, juga bertaqwa.
Kesimpulannya, Sekularisme pasti akan menghasilkan generasi yang kehilangan arah, sehingga mereka mungkin hanya cerdas dari sisi dunia, tetapi rapuh secara keimanan.
Solusi terbaik tentu tidak akan berjalan, jika tidak ada yang menaungi. Dan yang menaungi hanya satu yaitu Daulah Khilafah, bukan yang lain. Hanya Daulah Khilafah yang akan menjadikan Islam sebagai solusi mendasar atas masalah-masalah yang terjadi.

Komentar
Posting Komentar