Makan Bergizi Gratis, Program Populis Yang Berujung Tragis
Sejatinya pelaksanaan program MBG hanya menguntungkan pihak kapitalis.
OPINI
Oleh Rina Ummu Meta
Pegiat Literasi
Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI_Makan Bergizi Gratis adalah program pemerintah untuk memberikan makan siang gratis kepada jutaan siswa secara cuma-cuma. Namun seiring berjalannya waktu program ini kian menuai kontroversi, pasalnya sejak dimulainya pada 6 Januari 2025, pelaksanaannya masih jauh panggang dari api. Alih-alih mendapatkan makanan bergizi, siswa justru menyantap makanan basi bahkan menyebabkan keracunan.
Dari awal Januari hingga akhir September 2025, kasus keracunan MBG terus terjadi di berbagai wilayah. Bahkan angka keracunan MBG terus melonjak. Kasus paling banyak terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tentu saja insiden keracunan MBG ini menyisakan trauma dan rasa takut bagi siswa dan orang tua mereka.
Kasus keracunan MBG di Kabupaten Bandung Barat menambah deretan panjang jumlah korban keracunan. Sebanyak 364 siswa di kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat tumbang akibat keracunan MBG pada Kamis. Atas kejadian ini, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat menetapkan insiden keracunan masal ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). (kompas.com 23/09/2025)
Dinas Kesehatan (DinKes) mencatat korban keracunan MBG mencapai 1.333 orang, dari tiga tempat kejadian yang berbeda. Dua kasus kejadian di Cipongkor dan satu kasus kejadian di Cihampelas. Korban keracunan MBG merupakan pelajar dari jenjang PAUD hingga SMA/SMK. Mereka mengalami mual, pusing, sesak nafas hingga kejang-kejang. Nanik S Deyang selaku Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan kasus keracunan yang terjadi di KBB Jawa Barat di luar nalar. (kompas.com 27/09/2025)
Makan Bergizi Gratis, Proyek Besar Kapitalis
Program MBG adalah program unggulan dari presiden Prabowo dalam rangka menepati janji kampanye presiden, yaitu program yang bertujuan untuk mengatasi masalah malnutrisi dan stunting pada anak-anak dan ibu hamil. Program ini juga bertujuan meningkatkan kualitas SDM dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun dalam pelaksanaanya tidak sesuai harapan, banyak siswa yang tumbang akibat keracunan setelah menyantap MBG. Bahkan insiden keracunan berulang di berbagai daerah. Berulangnya kasus keracunan MBG menunjukkan ketidakseriusan negara dalam menjalankan program ini, bahkan terkesan dipaksakan, yang penting janji saat kampanye terlaksana.
Sejatinya pelaksanaan program MBG hanya menguntungkan pihak kapitalis, karena merekalah yang menjadi supplier dalam program ini, sementara negara hanya sebagai regulator. Dalam sistem ekonomi kapitalis berlaku hukum "dengan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya" sehingga tidak memperdulikan kualitas dan keselamatan.
Jika ditelaah, program MBG bukanlah solusi untuk menyelesaikan persoalan gizi pada anak sekolah dan ibu hamil apalagi mencegah stunting. Pasalnya pemenuhan gizi pada anak tidak cukup hanya dengan makan bergizi sehari sekali. Sehingga, walaupun diadakan program MBG tapi tidak menyentuh akar masalah. Stunting muncul akibat dari kemiskinan dan angka pengangguran yang melonjak. Jika kemiskinan dan pengangguran masih marak maka persoalan stunting tidak bisa diatasi. Hal ini menunjukkan negara telah gagal dalam menyejahterakan rakyatnya.
Belum tuntas masalah keracunan MBG, muncul isu bahwa food tray atau ompreng wadah makan disinyalir mengandung lemak babi. Dugaan ini berawal dari laporan Indonesian Business Post yang melakukan investigasi di wilayah Chaosan bagian timur Provinsi Guangdong Cina, yang diduga merupakan importir ompreng untuk program MBG. Dari hasil investigasi ini ditemukan bahwa pabrik tersebut memalsukan label "Made In Indonesia" dan logo SNI pada ompreng produksi Cina tersebut.
Menanggapi temuan tersebut, Badan Gizi Nasional (BGN) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan akan melakukan uji laboratorium untuk membuktikan kandungan lemak babi pada ompreng tersebut. Namun sampai saat ini belum ada pengumuman terkait hasil uji sampel tersebut dari pemerintah. Negara terkesan lamban dalam menuntaskan masalah ini, sehingga rakyat sulit mendapatkan jaminan makanan/produk halal di negeri ini. (www.tempo.co, 17/09)2025)
Islam Punya Solusi Masalah Gizi
Berbeda dalam sistem Islam, Islam menetapkan negara sebagai raain yang bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan rakyatnya dengan memberikan kebutuhan pokok rakyatnya seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Hal itu dilakukan sebagai tanggung jawab negara kepada rakyatnya sebagaimana disebutkan dalam hadis "Negara adalah raain (pemimpin) dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari)
Negara memiliki mekanisme dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Negara tidak menyerahkan pengelolaan Sumber Daya Alam kepada individu atau swasta. Namun negara akan mengelola sendiri SDA yang ada, dengan begitu negara membuka lapangan kerja yang luas dan memadai sehingga akan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Jika para ayah atau penanggung nafkah mendapatkan pekerjaan yang layak tentu akan dapat mencukupi kebutuhan keluarganya termasuk kebutuhan gizi.
Negara juga akan memberikan jaminan produk yang dikonsumsi atau digunakan tidak mengandung unsur haram. Islam memerintahkan untuk makan makanan yang halal dan thoyib, sebagaimana Allah Swt. berfirman, "Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (TQS. Al-Baqarah[2]: 168)
Hanya dengan kembali menerapkan sistem Islam secara kafah, negara akan mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya, individu per individu, termasuk kebutuhan gizi nya. Sehingga problematika stunting dapat diatasi.
Wallahu'alam bissawwab

Komentar
Posting Komentar