Membajak Kapal Kemanusiaan Melanggar HAM
Menghalangi misi kemanusiaan merupakan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia.
OPINI
Oleh Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H.
Dosen Fakultas Hukum
Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI_Saat ini, mata dunia sedang tertuju kepada Global Flotilla yang menjadi misi kemanusiaan melalui jalur laut untuk menembus blokade Israel di Jalur Gaza. Setelah aktivis lingkungan Greta Thunberg dilepaskan Israel, aktivis ini semakin nyaring menyuarakan bahwa apa yang terjadi di Gaza merupakan genosida. Pernyataan ini semakin membukakan mata hati dunia semua perbuatan yang dilakukan Israel merupakan tindakan brutal dan mencederai nilai kemanusiaan.
Juru bicara Global Sumud Flotilla, Saif Abukesshek mengatakan bahwa pasukan Israel telah mencegat sekitar 13 kapal diantaranya sebanyak 200 orang dari Spanyol dan Italia. (detiknews.com, 2/10/25) Global Sumud Flotilla merupakan armada misi kemanusiaan maritim terbesar dalam beberapa tahun terakhir ini. Terdapat lebih dari 50 kapal yang membawa kurang lebih 500 aktivis sipil yang berasal dari 45 negara berbeda untuk berlayar bersama menuju Jalur Gaza. Armada ini berangkat akhir bulan Agustus, sebagian besar membawa bantuan kemanusiaan dan pasokan medis yang sangat krusial. Misi ini bertujuan untuk menentang blokade Ilegal yang dilakukan oleh Israel terhadap Gaza selama hampir 18 tahun.
Blokade ini semakin diperketat sejak Maret lalu, di mana Israel menutup perbatasan dan memblokir pengiriman makanan serta obat-obatan yang mendorong wilayah kantong tersebut ke jurang kelaparan. Sejak Oktober 2023, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 66.000 warga Palestina yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. PBB dan berbagai kelompok hak asasi manusia telah berulang kali memperingatkan, bahwa Gaza kini menjadi tempat yang tidak dapat dihuni disebabkan adanya kelaparan dan wabah penyakit yang menyebar dengan cepat. (CNBCIndonesia.com, 2/10/25)
Pelanggaran HAM
Apa yang dilakukan Israel dengan menghalangi misi kemanusiaan merupakan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia. Dalam Geneva Convention IV Pasal 23 mewajibkan negara pihak yang menandatangani konvensi untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan esensial. Protokol Tambahan 1997 Pasal 70 ayat (1) juga mewajibkan negara untuk mengizinkan dan memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan tanpa diskriminasi. Sementara faktanya Israel dengan terang-terangan melanggar hukum internasional, dengan menghalangi para relawan yang membawa bantuan kemanusiaan ke Palestina.
Selain itu, Israel telah melanggar HAM Internasional dalam ketentuan ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights atau Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) dan ICESCR (International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights atau Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) yang mengatur mengenai hak hidup dan hak atas standar hidup yang layak.
Statuta Roma juga secara tegas mengatur bahwa penggunaan kelaparan sebagai metode perang dilarang. Di dalam Hukum Humaniter mengategorikan tindakan menghalangi masuknya makanan atau obat-obatan kepada kategori pelanggaran berat dan kejahatan perang. Selain itu, dari awal penyerangan Israel ke Palestina juga telah melanggar ketentuan khusus principle of distiction, di mana mewajibkan pihak yang berkonflik untuk membedakan antara sipil dan anggota bersenjata serta melindungi objek sipil dari serangan langsung.
Namun, dari semua ketentuan dan hukum Internasional yang mengatur negara sedang berkonflik (perang) tidak ada satu pun yang dihormati oleh Israel. Bahkan dengan berani dan angkuhnya mereka meneruskan serangan dan pemboman terhadap orang-orang di Palestina yang jelas-jelas terkategori warga sipil, dengan dalih keamanan dan kewaspadaan.
Israel tidak akan berani melakukan semua serangan tersebut bahkan sampai melanggar ketentuan dan hukum internasional jika tidak ada yang memberikan dukungan atas tindakannya tersebut. Dari berbagai fakta ini, kita harus menelaah bahwa ada kekuatan politik yang mendukung Israel, dalam melakukan pembantaian, penjajahan dan genosida yang sedang berlangsung di Gaza. Begitu banyak jumlah korban yang telah tewas di Gaza, namun Hukum internasional mandul di hadapan penjajah. Hal ini disebabkan hukum internasional itu dibuat oleh aturan sekumpulan manusia yang bisa ditawar-tawar dan diubah-ubah ketentuannya.
Pihak tersebut adalah Amerika Serikat, negara adidaya yang mendukung Israel untuk terus melanjutkan perang genosida di Gaza. Ini merupakan bukti bahwa hukum internasional kebal terhadap negara adidaya tersebut, terlebih lagi Amerika Serikat memiliki hak veto di PBB. Hal ini tentu membuat Amerika Serikat seakan-akan negara yang berkuasa dan memiliki kekuatan untuk mengatur dunia internasional. Sehingga kita bisa melihat bagaimana negeri-negeri muslim hanya mampu mengecam namun tidak ada satu pun yang berani mengirimkan tentara terbaiknya untuk membebaskan Gaza.
Khilafah dan Seruan Jihad
Melihat keadaan saudara muslim kita di Palestina, semakin hari mengalami kesulitan dan penderitaan bahkan mengalami kelaparan yang akut disertai penyebaran penyakit. Tidak memiliki tempat tinggal, dikarenakan harus mengungsi ke sana kemari akibat serangan yang dilakukan oleh Israel. Di sisi lain, pemimpin-pemimpin negeri muslim dengan nyaman menikmati kehidupan yang mewah dan makanan yang berlimpah tanpa rasa bersalah karena membiarkan saudaranya tertindas dan terjajah.
Sungguh perbuatan tersebut merupakan suatu kezaliman. Saat ini saudara muslim kita di Palestina memang membutuhkan bantuan logistik seperti makanan, pakaian, minuman, obat-obatan dan keperluan lainnya terutama untuk wanita dan anak-anak.
Namun tidak cukup hanya itu, nyatanya semua bantuan yang diperlukan dipersulit untuk masuk, adapun bantuan yang sudah masuk harus didapatkan dengan bertaruh nyawa. Selain itu gencatan senjata pun tidak menjadi solusi, sebab setelah terjadi kesepakatan Israel tetap melakukan serangan dan pembunuhan. Apalagi dewan PBB mengajukan solusi dua negara, ini jelas menunjukkan sebuah pengkhianatan terhadap kaum muslim.
Solusi tepat untuk membebaskan Palestina adalah dengan adanya khalifah bagi kaum muslimin, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda : "Sungguh imam (khalifah) itu laksana perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya sebagai pelindung mereka." (HR. Muslim)
Palestina saat ini membutuhkan pembebasan dengan bantuan militer, karena yang akan dilawan adalah sebuah negara dengan militernya. Namun, saat ini tidak mungkin dapat dilakukan oleh negeri-negeri muslim karena disekat paham nation state atau batas wilayah suatu negara yang menyebabkan kaum muslim menjadi terpecah-pecah.
Satu-satunya negara yang mampu mengirimkan tentara untuk membebaskan Palestina adalah Khilafah. Khilafah adalah sebuah negara yang dipimpin oleh seorang khalifah dengan menerapkan aturan hukum syariat Islam, yang tidak memiliki batas wilayah sehingga dapat menyatukan seluruh umat muslim di belahan dunia di bawah satu kepemimpinan khalifah. Khalifahlah yang akan mengirimkan militer sekaligus memimpin pasukan kaum muslim untuk membebaskan Palestina dan menyelamatkan kaum muslim di sana. Serta dengan tegas akan mengusir pasukan zionis Israel dari tanah Palestina, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Umar bin Khattab di masa Kekhalifahan khulafaur rasyidin dalam membebaskan tanah Palestina.
Wallahualam bissawab.

Komentar
Posting Komentar