Tindakan Kriminal oleh Anak, Bukti Gagalnya Sistem Sekuler


OPINI

Oleh Enggar Rahmadani

Aktivis Dakwah

Muslimahkaffahmedia.eu.org-Insiden ledakan yang terjadi di SMA 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Jumat (7/11/2025) lalu kini memasuki babak baru. Polisi kini telah menetapkan satu siswa dari sekolah tersebut sebagai Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH). Penetapan ini berdasarkan hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan temuan bukti yang dimiliki kepolisian.

Hingga kini, ABH tersebut masih menjalani perawatan intensif di RS Polri Kramat Jati, setelah dipindahkan dari RS Islam Jakarta Cempaka Putih. (cnnindonesia.com, 14/11/2025)

Dari hasil penyidikan, pelaku ledakan bom di sekolah tersebut diduga karena pelaku memiliki dorongan untuk melakukan aksinya. Berdasarkan data yang diperoleh, pelaku sering merasa sendirian dan tidak mempunyai teman untuk dijadikan sebagai tempat berkeluh kesah, baik di lingkungan keluarga, rumah, maupun sekolah.

Dari penelusuran yang dilakukan, diduga pelaku sudah mulai mencari soal aksi kekerasan melalui berbagai situs sejak awal tahun. Dia melakukan hal tersebut karena dia merasa tertindas, kesepian, hingga memiliki dendam atas perlakuan yang diterimanya selama ini. Dari hasil pencarian yang dilakukannya tersebut, telah menginspirasinya untuk mengikuti sebuah komunitas media sosial yang anggotanya mengagumi soal aksi kekerasan. Selain itu, dia juga belajar membuat bom rakitan sendiri dari internet.

Merespon kasus tersebut, pemerintah melalui Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto meminta adanya evaluasi serius terhadap pengaruh game online, terutama yang mengandung unsur kekerasan seperti PUBG.

Dalam pernyataannya, Prasetyo menyebut bahwa pemerintah akan mempertimbangkan pembatasan terhadap game-game tertentu yang dinilai bisa menormalisasi kekerasan di kalangan pelajar.

Langkah ini diambil bukan untuk melarang secara total, tapi untuk melindungi generasi muda agar tidak terpapar konten yang dapat menurunkan empati sosial dan meniru perilaku berbahaya. Pemerintah pun berencana menggandeng pakar psikologi, pendidikan, dan teknologi untuk mencari solusi terbaik.

Akan tetapi solusi tersebut tidak bisa menyelesaikan masalah ini secara total. Dalam menyelesaikan sebuah masalah, kita harus lihat dulu akar masalahnya. Ternyata akar dari segala masalah yang terjadi saat ini, begitu juga perundungan di sekolah, karena buah dari diterapkannya sistem sekuler dan tidak diterapkannya sistem Islam dalam kehidupan.

Tidak diterapkannya sistem Islam tergambar dari visi, misi, kurikulum, hingga indikator keberhasilan output sekolah. Seluruh indikator tersebut itu hanya berorientasi pada kehidupan duniawi saja. Sedangkan dalam aspek pembinaan, akhlak, dan membentuk pribadi yang bertakwa, diabaikan, sehingga terbentuklah generasi rapuh, kehilangan arah dan kendali diri, dan tidak memahami posisinya sebagai hamba Allah. Dalam sistem sekuler kapitalis, pendidikan hanya dipandang sebagai komoditas ekonomi.

Kasus ini telah menjadi bukti bahwa paham sekularisme telah menjadi asas dalam seluruh aspek kehidupan, tidak hanya dalam bidang pendidikan saja, tetapi telah menjadi asas dalam kehidupan individu, bernegara maupun bermasyarakat. Dapat kita lihat dalam sistem ekonomi, sistem pergaulan, sistem politik, sistem hukum, sistem sanksi, dll. Semua itu jauh dari ajaran agama, dan begitu didominasi oleh nilai-nilai keduniawian, tanpa ada standar halal atau haram. Sehingga wajar jika kehidupan kita saat ini begitu kacau dan penuh dengan kesempitan. Individu dan masyarakat pun jauh dari suasana islami, sehingga membuat masyarakat jauh dari takwa, sementara negara kehilangan fungsi sebagai perisai (penjaga) rakyat.

Tindakan kriminal maupun perundungan yang banyak terjadi di kalangan anak-anak dan remaja, ini perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak, baik oleh negara, masyarakat, ataupun keluarga. Dalam sistem ideologi islam, negara wajib melindungi dan menjamin kehidupan warganya. Pemimpin (khalifah) dalam Islam harus paham dengan sungguh-sungguh bahwa rakyat adalah amanah yang wajib dijaga dan dilindungi. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (H.R. Bukhari dan Ahmad).

Dalam Negara Islam (khilafah), negara akan menerapkan hukum-hukum Allah Taala secara kaffah. Sehingga hak-hak kaum muslim dan seluruh rakyat serta kebutuhan primer hidup mereka akan dijamin oleh negara. Negara bertanggung jawab dalam sistem pendidikan dan pembinaan generasi, dengan menanamkan kepada mereka ideologi Islam yang nantinya akan menumbuhkan sosok-sosok yang berkepribadian islami.

Selain pentingnya peran negara, orang tua juga berperan penting sebagai benteng pertama dalam melindungi anak dari depresi dan mencegah anak untuk menjadi pelaku maupun korban bullying. Dalam islam, orang tua bertanggung jawab menjaga kesehatan fisik dan mental anak. Orang tua harus melindungi anak-anak mereka dari berbagai serangan eksternal maupun internal yang dapat menghancurkan mental.

Sejarah pun telah membuktikan bahwa selama kurang lebih 13 abad umat Islam telah berhasil mewujudkan peradaban yang cemerlang. Umat Islam menjadi pelopor kebaikan di berbagai aspek kehidupan, mulai dari bidang akhlak (moral), ilmu pengetahuan, sains dan teknologi. Semua itu senantiasa diliputi oleh keberkahan, karena lahir dari kukuhnya fondasi keimanan.

Wallahualam bissawwab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan