Gizi Rakyat Terancam: Kapitalisme Gagal, Kembali kepada Islam Kaffah Solusinya



 Inilah bukti nyata bahwa, kapitalisme telah gagal total dalam melindungi gizi dan keselamatan rakyat.



OPINI

Oleh Novi Kristiawati

Thibbun Nabawi enthusiast



Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI-Lebih dari dua ratus siswa dan guru di Bogor harus dilarikan ke Rumah Sakit. Mereka mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi produk minuman mengandung jelly dalam program MBG (Makan Bergizi Gratis). Bukan kasus pertama, tapi tetap saja menyedihkan. Produk yang seharusnya menyehatkan justru mencelakai generasi. 


Menurut CNN Indonesia (11 Mei 2025), jumlah korban keracunan meningkat drastis dari hari ke hari. Otoritas memang tengah menyelidiki penyebab pasti, tapi faktanya: kasus ini berulang, dan sistem pengawasan pangan tampak kedodoran.


Ironisnya, di tengah kekacauan ini, OJK malah mengusulkan skema asuransi untuk program MBG yang tujuannya mengantisipasi risiko keracunan di masa depan (Bisnis.com, 11 Mei 2025). Solusi yang terdengar “canggih” tapi sejatinya kian memperlihatkan watak asli sistem kapitalis sekularisme. Risiko diserahkan ke mekanisme bisnis, bukan dicegah dari akar. Seolah-olah nyawa anak-anak bisa ditukar dengan polis.


Kapitalisme dan Komersialisasi Risiko


Begitulah jika negara berjalan dengan logika pasar. Bukannya hadir sebagai pelindung, tapi sebagai fasilitator bisnis. Ketika ada masalah, bukan perlindungan yang diperkuat, tapi bagaimana cara agar risiko itu bisa ditanggung pihak ketiga. Muncullah skema asuransi, bukan perbaikan sistem produksi dan distribusi, atau peninjauan kembali pada kelayakan program tersebut. Namun justru sebaliknya.


Logika ini membahayakan. Karena ujung-ujungnya, keselamatan rakyat bukan jadi hal utama, tapi sekadar angka dalam laporan bisnis. Produk yang murah, massal, dan menjanjikan profit akan tetap dipilih, meski kualitasnya dipertanyakan. Dan selama tidak ada pengawasan ketat, tragedi seperti keracunan MBG akan terus mengintai.


Menurut laporan Tirto.id (11 Mei 2025), kasus keracunan di Bogor melibatkan pelajar dan juga guru dari berbagai sekolah. Tapi sampai saat ini, kita tidak melihat sikap tegas negara dalam mengevaluasi sistem pangan nasional secara menyeluruh.


Yang muncul justru pernyataan bahwa program MBG harus tetap jalan, karena penting untuk generasi. Jika demikian haruskah generasi ini dikorbankan dan apakah kualitas dan keselamatan produk tak lagi penting asal program jalan terus?


Negara Abai, Rakyat Jadi Korban


Celakanya, rakyat kecillah yang selalu menjadi korban. Mereka tidak punya akses terhadap pangan sehat yang mahal. Jajanan anak sekolah cenderung murah, menarik secara visual, tapi minim nutrisi. Dan ketika program makan bergizi malah berujung keracunan, siapa yang bertanggung jawab?


Orang tua tentu merasa khawatir, tapi mereka juga bingung harus bagaimana. Karena dari rumah sudah memberi makan terbaik yang mampu mereka sediakan, lalu berharap anak-anaknya mendapat tambahan nutrisi di sekolah. Sayangnya, harapan itu justru berbalik menjadi duka.


Negara seolah abai. Seharusnya, keamanan pangan adalah tanggung jawab negara. Namun dalam kapitalisme, tanggung jawab itu ditransfer ke pasar. Negara cukup membuat regulasi, lalu menyerahkan urusan mutu dan distribusi kepada perusahaan. Bahkan BPOM pun sering tak punya cukup sumber daya untuk mengawasi seluruh produk yang beredar.

Inilah bukti nyata bahwa : kapitalisme telah gagal total dalam melindungi gizi dan keselamatan rakyat.


Islam Menjamin Keamanan Pangan dan Kesehatan


Berbeda dengan kapitalisme yang membiarkan rakyat bertaruh nyawa demi efisiensi, Islam justru meletakkan perlindungan jiwa sebagai prioritas utama. Dalam sistem Islam, keselamatan rakyat adalah bagian dari maqashid syariah, yakni penjagaan jiwa (hifzh an-nafs). Maka, makanan yang berbahaya atau mencelakakan tidak boleh beredar, apalagi dikonsumsi massal.


Negara dalam sistem Islam—yakni Khilafah—tidak akan membiarkan pasar bebas mengendalikan distribusi pangan. Setiap produk akan diawasi sejak hulu hingga hilir. Bila ada produsen yang lalai atau merugikan rakyat, maka akan dikenai sanksi tegas. Tidak ada kompromi, apalagi asuransi sebagai “pengalihan tanggung jawab.”


Lebih dari itu, Khilafah juga akan mendorong produksi pangan lokal yang sehat dan murah. Negara akan memberikan insentif kepada petani, peternak, dan pengusaha kecil agar bisa memproduksi makanan yang aman, bergizi, dan halal. Pasar akan dijaga, tapi bukan untuk kepentingan korporasi, melainkan untuk kesejahteraan umat.


Gizi Bukan Komoditas


Di bawah kapitalisme, gizi berubah menjadi komoditas. Siapa yang punya uang, bisa membeli makanan bergizi. Siapa yang tak mampu, cukup makan mie instan dan jajanan murah. Bahkan program MBG pun dikelola dengan logika efisiensi, bukan kasih sayang.


Islam memandang gizi bukan sekadar angka di label kemasan. Gizi adalah bagian dari pembangunan manusia. Negara wajib memastikan rakyatnya makan cukup, sehat, dan layak. Karena dari tubuh yang sehat, lahirlah generasi yang kuat dan cerdas.


Inilah kenapa dalam sejarah Islam ketika diterapkan sebagai sistem negara, khalifah tidak segan turun tangan langsung saat ada daerah yang kelaparan. Umar bin Khattab bahkan menolak makan enak sampai semua rakyatnya kenyang. Karena bagi pemimpin dalam Islam, tanggung jawab terhadap rakyat bukan di atas kertas, tapi di hadapan Allah.


Saatnya Beralih ke Sistem yang Menjaga, Bukan Mengeksploitasi


Peristiwa keracunan MBG ini mestinya jadi peringatan keras bagi umat Islam. Bahwa selama sistem yang kita jalankan adalah sistem kapitalis, maka rakyat akan terus dijadikan objek bisnis. Dari makan, sekolah, hingga berobat—semua bisa jadi ladang untung, tapi menyisakan banyak korban.


Sudah saatnya kita berpikir serius: apa sistem yang benar-benar melindungi rakyat, termasuk dalam urusan perut? Jawabannya adalah Islam.


Rasulullah saw.bersabda, “Imam (penguasa) adalah perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim)


Khilafah Islamiyah adalah perisai itu. Ia bukan sekadar sistem politik, tapi penjaga sejati kesejahteraan dan keselamatan umat. Termasuk di dalamya pemenuhan gizi, bahkan perlindungan nyawa anak-anak yang hari ini diabaikan oleh sistem sekuler kapitalis. 


Maka tugas kita bukan sekadar marah atau kecewa. Tapi menyadarkan umat, mengajak berpikir sistemik, dan memperjuangkan perubahan hakiki. Karena hanya dengan Islam, rakyat akan benar-benar terlindungi—bukan ditukar dengan premi asuransi.


Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan