Korban Dugaan Keracunan MBG, Hal yang Wajar dalam Kapitalisme

 


Walaupun korban keracunan sudah banyak terjadi di daerah-daerah sebelumnya, di mata penguasa tetap dianggap sebuah kewajaran biasa.

OPINI

Oleh Siti Mukaromah 

Aktivis Dakwah 


Muslimahkaffahmedia.eu.oeg, OPINI -Peristiwa dugaan keracunan program makan gizi gratis kembali terjadi. Dikutip dari tirto.id, (7/5/2025) puluhan pelajar hingga guru di Bogor diduga keracunan makanan. Korban terdiri dari pelajar SD, SMP, dan guru Sekolah Bosowa Bina Insani, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor.


Adanya peristiwa tersebut Letkol Inf Dwi Agung Prihanto, Dandim 0606/ Kota Bogor membenarkan bahwa pelajar dan guru tersebut mengalami gejala keracunan, diduga secara bertahap dari sore dan pagi hari. Berdasarkan inventarisasi total korban berjumlah 36 orang.


Prinsip Bisnis dalam Kapitalisme 


Diadakannya program Makan Bergizi Gratis (MBG) bertujuan untuk mengatasi masalah stunting, dan meningkatkan kualitas gizi anak-anak. Oleh karena itu MBG menjadi prioritas negara, agar program ini dapat terlaksana maka anggaran di sektor lain ikut dipangkas. Sehingga kritik dan masukan yang mengiringi pelaksanaan program ini tidak mempengaruhi keputusan pemerintah sedikit pun.


Namun sangat disayangkan, dalam pelaksanaannya program MBG mengakibatkan keracunan massal. Dan yang lebih mengejutkan presiden menyatakan korban keracunan massal hanya sebagian kecil sebagai risiko program yang baru dicanangkan, dibandingkan dengan jumlah jutaan penerima MBG. Walaupun korban keracunan sudah banyak terjadi di daerah-daerah sebelumnya, di mata penguasa tetap dianggap sebuah kewajaran biasa.


Harusnya peristiwa keracunan massal yang berulang ini dilakukan evaluasi demi keselamatan dan keamanan anak-anak. Faktanya penyebab kasus keracunan massal yang terjadi, karena makanan yang disajikan kurang higienis sehingga cepat basi, ini diakibatkan kelalaian pengawas penyediaan MBG. Namun sayangnya masyarakat tidak bisa berharap banyak, sebab dalam kapitalisme yang diterapkan saat ini, program apa pun yang diadakan tujuannya untuk menghasilkan materi dengan modal sekecil-kecilnya, untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Contohnya kehadiran Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) selain pihak penyedia distributor makanan ke sekolah-sekolah, juga menjadi pelaku bisnis dalam  menghasilkan keuntungan dengan memangkas dana dapur MBG. Akibatnya makanan yang disajikan tidak memperhatikan kebersihan dan keamanan bagi anak-anak.


Selain itu, negara juga lalai membayarkan gaji para staf pegawainya, sehingga proses penyediaan dan pendistribusian makanan tidak berjalan optimal. Ditambah usulan kehadiran asuransi MBG yang mengindikasikan negara berlepas diri dari tanggung jawab mengurus rakyatnya. Hal tersebut menunjukkan ada komersialisasi risiko bukan solusi preventif. Sebab apabila Program MBG di asuransikan, jika ada korban keracunan massal bukan negara yang menanggung resiko tersebut, tetapi pihak asuransi. Inilah hubungan mutualisme antara penguasa dan pihak asuransi. Peran negara hanya sebatas regulator agar pihak asuransi memperoleh profit dana pogram MBG yang disetorkan untuk tiap anak.


Lebih parahnya lagi, selain sumber dana MBG dari APBN, pemerintah menarik uang rakyat dengan berbagai tarif agar pemasukan negara bertambah. Namun, tarikan aneka pajak tidak berbanding lurus dengan pelayanan publik yang seharusnya bisa dirasakan masyarakat. Walhasil kebijakan negara atas program MBG, kualitas pangan, dan gizi anak terabaikan, pengawasan program tidak berjalan dan lagi-lagi kapitalis yang diuntungkan. Sudah tabiat dalam konsep sistem kapitalis negara tidak akan bisa melakukan tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat. Karena kebijakan dalam sistem kapitalis tersandera oleh banyak kepentingan pemilik modal.


MBG yang diproyeksikan negara menyiapkan lapangan kerja bagi pihak-pihak terkait seperti status kepegawaian staf SPPG, faktanya melalui surat terbuka yang dilayangkan staf SPPG kepada kepala Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkap, hampir 3 bulan sejak Januari 2025 belum dibayar. Sejatinya program MBG bukanlah solusi preventif, sebab permasalahan stunting atau  gizi buruk akibat tidak terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. Di mana pendapatan rakyat lebih rendah dibandingkan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Jika kondisi ini terjadi terus-menerus maka angka kemiskinan akan terus meningkat.


Solusi dalam Khilafah 


Gambaran pemerintahan sistem kapitalis sekuler berbeda jauh dengan kebijakan di dalam sistem Islam yang mengutamakan kemaslahatan. Negara dalam Khilafah melarang individu atau swasta meraih keuntungan dalam setiap program yang dirancang pemerintah, bahkan menutup celah dijadikan lahan bisnis. Setiap jengkal kebijakan Khilafah sangat memperhatikan hak dan kebutuhan individu masyarakat, sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat, cerdas, berjiwa pemimpin pembangun peradaban. 


Negara dalam Khilafah memiliki tanggung jawab menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar setiap individu Rakyat. Seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanannya. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, "Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat, dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR. An-Nasa'i)


Inilah hakikat peran pemimpin negara sebagai raain (pelindung) semua urusan rakyatnya, termasuk bertanggung jawab atas pemenuhan gizi masyarakat secara sistemis. Setiap individu rakyat dalam Islam berhak mendapatkan makanan bergizi, maka pemerintah akan memudahkan akses bagi setiap individu untuk mendapatkannya melalui penetapan harga pangan yang terjangkau dan distribusi  merata ke seluruh wilayah.


Negara mengalokasikan anggaran kepentingan dan kesejahteraan rakyat di dalam baitumal sesuai dengan jenis hartanya. Misalnya fai dan kharaj meliputi ghanimah, Anfal, khumus, jizyah, status tanah, dharibah dan lain-lain. Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas melalui pengelolaan sumber daya alamnya. Pembangunan sektor produktif industri alat berat akan merekrut tenaga kerja yang banyak, terutama laki-laki baligh sebagai penanggung jawab untuk memenuhi nafkah keluarga melalui pemberian modal, dan insentif keterampilan.


Demikianlah peran negara dalam sistem khilafah menjamin kebutuhan dasar rakyatnya, termasuk  mewujudkan kondisi ekonomi yang berkeadilan dan sejahtera.


Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan