Merebaknya Tindak Asusila Terhadap Anak, Bukti Kerusakan Sistemis Negeri Ini.



 Ini menggambarkan masalah kekerasan seksual terhadap anak bersifat sistemis akibat penerapan sistem sekuler kapitalis liberal. 

OPINI

Oleh Nia Rahmat

Aktivis Dakwah dan Pendidik


Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI-Merebaknya kasus asusila terhadap anak semakin membuat resah masyarakat, terutama para orang tua. Diantaranya, terungkapnya tindak pidana asusila terhadap AMD (6 tahun), setelah keluarga korban melaporkan kejahatan yang dilakukan pelaku ke Polresta Banyumas. Akhirnya pelaku dijatuhi vonis oleh Pengadilan Negeri Banyumas 8 tahun penjara, denda 1 milyar subsider dan 1 bulan kurungan.

Namun, putusan itu memicu reaksi keras dari pihak keluarga korban karena menganggap vonis terlalu ringan. (radarbanyumas.co.id, Jumat 24/11/2024)


Terbaru, kasus yang menggemparkan masyarakat dengan adanya predator seks di Jepara, Jawa Tengah berinisial S (21 tahun) seorang wiraswasta. Ia telah melakukan pemerkosaan kepada 31 anak di bawah umur dan hingga saat ini Kasusnya masih ditangani Polda Jateng. (nasional.okezone.com, 12 Mei 2025)


Kasus asusila yang baru terungkap, itu hanya sebagian saja. Masih banyak fakta kasus di tengah kehidupan masyarakat yang tidak dilaporkan, alasannya korban diancam, lamanya proses pelaporan dan lain-lain. Maraknya kasus asusila seharusnya membuat kita semua berpikir apa penyebabnya? dan bagaimana mencari solusi yang benar-benar dapat menuntaskan masalah ini.


Penyebab Meningkatnya Tindak Asusila terhadap Anak.


Berikut beberapa faktor penyebab yang bisa kita amati terkait fakta kasus asusila, diantaranya :


Pertama, derasnya rangsangan yang masuk secara personal dan bisa diakses siapa pun.  Tidak ada satu pun orang yang bisa mengontrolnya, mengendalikannya, apalagi melarangnya. Bahkan kecenderungannya bersifat adiktif, rangsangan ini muncul lewat tayangan pornografi dari gadget serta pengaruh  pergaulan yang serba bebas.


Menurut dr. Aisyah Dahlan, anak yang terpapar tayangan pornografi otaknya akan 'dibanjiri' cairan dopamin, di mana cairan ini lebih besar 4 kali lipat daya ketergantungannya dibandingkan efek narkoba. Mengakibatkan kerusakan otak, yang menghantarkan individu melakukan berbagai kejahatan tindak asusila. 


Kedua, budaya pembiasaan akibat tidak adanya amar makruf nahi munkar di tengah masyarakat. Sehingga menormalisasi berbagai penyimpangan seksual, seperti hubungan sesama jenis yang dibiarkan dengan alasan hak asasi dan asalkan hubungan itu tidak berlanjut pada permohonan pengesahan perkawinan di pengadilan. 


Ketiga, tidak adanya sanksi hukum yang tegas dalam upaya pencegahan pelecehan seksual terhadap anak. Hukuman yang dijatuhkan  tidak sesuai dengan kejahatan pelaku bahkan terlihat ringan, dengan alasan pelaku masih di bawah umur atau tindak asusila dilakukan karena sama-sama suka. Belum lagi adanya remisi masa hukuman hingga pembebasan, akhirnya tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. 


Keempat, rapuhnya ketakwaan dan kontrol diri individu masyarakat yang menyebabkan mereka melakukan berbagai maksiat dan kejahatan. Pelakunya mulai dari anak di bawah umur, remaja, dewasa hingga lansia baik orang luar maupun  orang-orang terdekat yakni keluarga yang seharusnya melindungi mereka. Fakta ini tampak pada kasus seorang ayah yang tega melakukan merudapaksa  darah dagingnya sendiri yang masih kecil ketika hasrat si ayah sudah tak lagi terbendung.


Di saat kehidupan dunia begitu bebas dengan berbagai kemaksiatan dan kejahatannya, kita membutuhkan global rule power atau kekuatan yang berpengaruh secara global yang bisa menata aturan dan hukum sesuai fungsinya yakni menegakkan kebenaran dan keadilan. 


Negara global rule power yang pernah ada dan berhasil menegakkan hukum dengan jaminan keadilan dan kesejahteraan adalah negara khilafah dengan sistem pemerintahan satu untuk seluruh negeri muslim di dunia. Negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna dan menyeluruh dalam mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat. 


Hal ini telah terbukti bahwa sekitar 1300 tahun lebih pemerintahan khilafah Islam mampu bertahan menjadi negara adidaya dengan ketinggian peradabannya, ketakwaan individu masyarakatnya, serta minimnya tindak kejahatan di tengah masyarakat. Itulah efek besar dan luar biasa dari sebuah negara dengan global rule power.


Sementara saat ini, negara telah gagal dalam membentuk ketakwaan warga negaranya dan memiliki kepribadian Islam, disebabkan negara sendiri saat ini menjauhkan agama dari kehidupan (sekuler). Sementara kapitalisme dijadikan rujukan tujuan hidup atas dasar manfaat. Pantas saja jika negara tidak bisa tegas menindak media yang mengandung unsur pornografi karena semua itu dijadikan lahan bisnis yang memberikan keuntungan sangat besar bagi para penguasa dan pengusaha. 


Ini menggambarkan masalah kekerasan seksual terhadap anak bersifat sistemis akibat penerapan sistem sekuler kapitalis liberal. Menjadikan negara kehilangan perannya untuk melindungi masyarakat dari berbagai aspek yang merusak baik akidah maupun pemikirannya. Maka dari itu, tidak cukup peran individu keluarga dan masyarakat saja, kita juga butuh peran negara untuk menerapkan aturan hukum yang benar agar generasi hari ini bisa kita selamatkan dari kerusakan. 


Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam Al Qur'an Surat An-Nisa ayat 9 yang artinya: "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar."


Dari ayat ini bisa ditarik kesimpulan bahwa keluarga, masyarakat dan negara harus bersama-sama berupaya melindungi generasi. Sebab generasi merupakan salah satu sumber daya manusia yang berpotensi meneruskan cita-cita perjuangan bangsa di masa mendatang dan memiliki peran strategis dalam memajukan bangsa.

 

Perlindungan Generasi Dalam Pandangan Syariat Islam


Untuk melindungi generasi dari kerusakan, syariat Islam sudah memiliki seperangkat aturan diantaranya:

Pertama, negara akan menutup konten-konten negatif, dan berbahaya dari media sosial. Sebaliknya, media sosial hanya akan menayangkan konten-konten yang menguatkan sisi pola pikir dan pola sikap umat dalam penjagaan akidah Islam menuju individu bertakwa dan memiliki kepribadian Islam.


Kedua, negara mewajibkan setiap anggota masyarakat melakukan amar makruf nahi munkar dalam segala aspek kehidupan. Tujuannya agar bisa saling menjaga dari perbuatan yang melanggar hukum syariat Islam. 


Ketiga, syariat Islam juga telah menetapkan hukuman bagi tindak asusila sesuai dengan perbuatannya. Ada sanksi keras bagi para pelaku tindakan asusila terhadap anak dengan menjatuhkan ta'zir yang jenis dan bobot sanksinya diserahkan kepada qadhi/hakim. Ta'zir ini bisa berupa hukuman penjara, hukum cambuk, bahkan hukuman mati.


Bagi para pelaku pemerkosaan yang belum menikah ada sanksi yang berat berupa hukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun, dan hukum rajam hingga mati berlaku bagi pelaku yang sudah menikah. Sedangkan korban, mereka wajib diberi perlindungan oleh negara, berupa perawatan fisik dan psikis hingga pulih.


Demikianlah gambaran pemerintahan yang menerapkan syariat Islam dalam mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat dengan jaminan keadilan, keamanan dan kesejahteraan. Mari kita bersama-sama mengupayakan agar syariat Islam diterapkan kembali untuk mengatur seluruh kehidupan sebagai solusi tuntas masalah hidup, dengan menuntut ilmu dan amar makruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat. 


Wallahualam bishshawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan