Gelar Sarjana Tak Berharga di Negeri Ini
Gelar sarjana yang dianggap suatu prestasi membanggakan dan jalan menuju masa depan cerah kini sirna.
OPINI
Oleh Nuri Handayani
Ibu Rumah Tangga
Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI-Saat ini kita melihat banyak gelar sarjana tak dihargai. Fakta di lapangan menunjukkan angka pengangguran semakin tinggi. Lonjakan pengangguran itu terjadi pada awal covid 19. Bahkan memiliki gelar sarjana yang menjadi impian banyak orang kini pupus akibat keadaan.
Gelar sarjana yang dianggap suatu prestasi membanggakan dan jalan menuju masa depan cerah kini sirna. Sebab semakin banyak lulusan sarjana di negeri ini, semakin membludak pula pengangguran. Banyak yang banting setir sambil menunggu panggilan kerja. Sementara persyaratan kerja dalam industri kian selektif.
Fakta mengejutkan lagi, banyak yang bergelar sarjana menjadi ojol, satpam, sopir, pembantu, pramukantor, bahkan pengasuh anak. Itu semua sungguh jauh dari gelar yang sudah mereka dapatkan dengan waktu yang cukup lama dan biaya mahal.
Dikutip dari badan pusat statistik (BPS), jumlah pengangguran pada tahun 2014 tercatat sebanyak 495.143 orang bergelar sarjana. Pada tahun 2020 semakin naik menjadi 981.203 orang. Walaupun pada tahun 2024 sempat turun di angka 842.378 orang. Data itu masih tergolong cukup tinggi. (CNBCIndonesia.com, 01/05/2025)
Tak dapat ditampik bahwa ini semua buah dari sistem kapitalis yang tidak menjamin rakyatnya untuk sejahtera. Negara kapitalis hanya bertindak sebagai penyalur bagi pemilik modal besar. Sehingga hanya mengurusi para korporat untuk melanggengkan tujuannya tanpa melihat efek yang dirasakan oleh rakyat menengah ke bawah.
Tak ayal perbandingan antara lowongan pekerjaan dan pencari kerja tidaklah seimbang.
Telah tampak bukti abainya negara yang tidak bertanggung jawab atas rakyatnya dalam bidang lapangan pekerjaan. Mirisnya lagi pengelolaan SDA malah diserahkan pada swasta dan asing.
Sungguh jauh berbanding terbalik dengan gambaran kondisi dalam sistem Islam. Di dalam Islam, negara adalah pengurus rakyat (raa'in). Seperti yang tertera dalam sebuah hadis bahwa, "Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR Al-Bukhari dan Ahmad)
Hadis ini menegaskan bahwa pemimpin memiliki tanggung jawab untuk menyejahterakan rakyatnya.
Maka ketika Islam diterapkan, negara akan menjamin kesejahteraan masyarakat dan tidak berlepas tangan dalam pengurusan rakyat. Sebab negara Islam memiliki sistem ekonomi yang dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya.
Salah satunya adalah dengan pengelolaan SDA secara mandiri dan tidak memperbolehkan asing bahkan swasta untuk mengelolanya. Dengan demikian negara pasti dapat memberdayakan rakyat untuk bekerja di sektor industri dalam jumlah yang besar.
Seharusnya kita berpikir, alangkah sejahteranya negeri ini jika menerapkan sistem Islam. Seluruh permasalahan rakyat akan benar-benar diurusi oleh pemimpin. Tidak ada solusi lain untuk kesejahteraan rakyat. Hanya dengan tegaknya daulah khilafah penderitaan rakyat akan tertuntaskan.
Wallahualam bishawab.
Komentar
Posting Komentar